Masih Ada Asa pada Wajah Baru Pimpinan KPK

| 14 Sep 2019 12:17
Masih Ada Asa pada Wajah Baru Pimpinan KPK
Gedung Merah Putih KPK. (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Komisi III DPR menetapkan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023. Pengangkatan Firli di pucuk pimpinan lembaga antirasuah sebetulnya disayangkan sejumlah pihak. Dia dinilai punya track record buruk, seperti melakukan pelanggaran etik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Anggota Komisi III Nasir Djamil mengatakan, masukan dari masyarakat sipil dalam proses seleksi selalu ditampung. Meski begitu, tidak semua masukkan yang bersifat pro maupun kontra ditelan mentah-mentah begitu saja.

Menurut Nasir, dalam pengambilan keputusan tidak dapat menyenangkan semua pihak. Untuk itu, dia menyarakan, pihak yang tidak sepakat dapat melakukan pengawasan terhadap kerja komisoner terpilih nantinya.

"Partisipasi publik kan diatur di dalam UU," ucap Nasir, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Partisipasi masyarakat ini ditampung DPR melalui informasi dan pengaduan. Pasal 72 huruf g dan Pasal 81 huruf j Undang-Undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD jo Pasal 7 huruf g dan Pasal 12 huruf j Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR menyatakan bahwa DPR dan/atau Anggota DPR bertugas menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Proses voting capim KPK di DPR. (Mery/era.id)

Dilansir dari pengaduan.dpr.go.id, aspirasi adalah keinginan kuat dari masyarakat yang disampaikan kepada DPR RI dalam bentuk pernyataan sikap, pendapat, harapan, kritikan, masukan, dan saran terkait dengan tugas, fungsi, dan kewenangan DPR RI.

Masyarakat dapat melakukan pengaduan dengan tiga cara yakni datang langsung, melalui surat, atau secara online. Alurnya setelah pengaduan terverifikasi, selanjutnya akan dikirim kepada Sekjen. Kemudian diteruskan kepada pimpinan, dilanjutkan kepada alat kelengkapan dewan atau komisi terkait untuk ditindaklanjuti dalam bentuk rapat kerja (Raker), rapat dengar pendapat (RDP), atau rapat dengar pendapat umum (RDPU).

"Tidak perlu khawatir. Tinggal dikritisi dan dikawal dengan baik," ucapnya.

Nasir menjelaskan, dalam pengambilan keputusan saran masyarakat akan dipertimbangkan. Namun, saran tersebut tidak begitu saja ditelan oleh DPR.

Apalagi, kata dia, dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli sudah dikonfirmasi oleh panitia seleksi (Pansel) Capim KPK. Hal ini juga sudah dipastikan kepada komisoner terpilih Alexander Marwata saat fit and proper test.

"Pansel sudah menjawab semuanya. Sudah melakukan cross check, sudah ke pimpinan KPK dan tidak ada," ucapnya.

Firli Bahuri saat mengikuti fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR (Foto: Istimewa)

Terkait dengan keluhan publik yang merasa DPR tidak transpan dan mendengarkan kritikan, serta masukan selama proses seleksi, Nasir menjelaskan, 10 nama itu adalah pilihan pansel yang di mana merupakan kepanjangan tangan presiden. Tidak ada intervensi, DPR hanya memilih lima dari yang disiapkan pansel.

“Makanya saya sudah katakan ke depan harus dievaluasi. Baik Pansel Capim KPK dan lain-lainnya. Karena di dalam UU KPK itu kan hanya disebut Pansel dari unsur pemerintah dan masyarakat. Tidak disebutkan syarat-syarat untuk duduk dikeanggotaan Pansel. Tergantung subjektif presiden. Makanya ke depan harus diatur,” ucapnya.

Nasir menjelaskan, tujuannya ketika nanti pansel dibentuk oleh presiden. Publik tidak mencemooh atau mencurigai hasilnya.

“Walau itu kewenangan presiden, tetapi publik juga perlu mengingatkan bahwa kalau presiden bentuk pansel ini loh syarat-syaratnya dan itu di atur dalam UU, sekarang kan enggak diatur. Akhirnya tadi itu ada yang bilang pansel dekat dengan institusi ini, pansel dekat dengan ini. Ada titipan ini, titipan itu, dan sebagainya,” tuturnya.

Dengarkan semua masukan LSM

Sebelumnya, Komisi III menggelar rapat dengar pendapat umum dengan koalisi masyarakat sipil sehari sebelum fit and proper test dibuka. Perwakilan LSM yang hadir adalah Presidium Nasional Relawan Indonesia Bersatu, Presidium Poknas, dan Indonesia Police Watch.

Rapat tersebut diselenggarakan secara terbuka. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari PDI Perjuangan Herman Hery. Rapat dengar pendapat itu berkaitan dengan seleksi calon pimpinan KPK.

Anggota Komisi III Arsul Sani mengklaim, sebetulnya lembaga yang kritis dalam isu korupsi, seperti ICW bisa saja hadir dalam RDPU. Namun, kata dia, tidak perlu ada undangan dari DPR, hanya tinggal bersurat ke sekretariat.

“Kami minta yang ingin hadir formal resmi ya kirim surat ke sekretariat komisi III. Kita akan hadir, sehingga kami undang secara resmi walaupun via WA. Karena waktunya terbatas. Jadi sudah kita kasih kesempatan,” kata Arsul.

Arsul mengaku, Komisi III tidak pilih-pilih LSM dalam mendengarkan kritikan maupun masukan terhadap 10 capim KPK.

“Tidak ada, bahkan Pak Nasir Djamil, saya termasuk yang pingin teman ICW datang. Sampaikan saja ke sini. Kan barangkali lebih bermanfaat menyampaikan di sini daripada di gedung KPK gitu,” ucapnya.

Sebelumnya, Komisi III DPR telah selesai melaksanakan fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 calon pimpinan (capim) KPK pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka melakukan voting untuk menentukan lima orang yang terpilih jadi komisionernya. 

Lima nama yang lolos masuk sebagai komisioner yakni, Nawawi Pomolango (50 suara), Lili Pintauli Siregar (44 suara), Alexander Marwata (53 suara), Nurul Ghufron (51 suara) dan Firli Bahuri (56 suara). Proses voting ini melibatkan 56 anggota Komisi III dari 10 fraksi.

Sementara lima lainnya tidak lolos karena perolehan suaranya kecil. Mereka adalah, I Nyoman Wara, Johanis Tanak, dan Robby Arya Brata tidak memperoleh suara saat voting; serta Sigit Danang Joyo (19 suara), dan Luthfi Jayadi (7 suara).

Tags : kpk
Rekomendasi