Kuorum Sepihak DPR Sahkan UU Baru KPK

| 17 Sep 2019 15:28
Kuorum Sepihak DPR Sahkan UU Baru KPK
Pengesahan RUU KPK (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - DPR telah resmi mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Persetujuan itu diambil secara kuorum dalam Rapat Paripurna kesembilan tahun sidang 2019-2020 DPR.

Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dirinya menyebut keputusan anggota dewan untuk menyetujui RUU KPK telah kuorum, di mana ada 289 orang yang tercatat hadir dalam rapat paripurna DPR, Selasa (17/9/2019).

"Berdasarkan daftar hadir terdapat 289 yang hadir. Sehingga rapat dinyatakan kuorum," kata Fahri Hamzah saat rapat paripurna DPR.

Meski Fahri menyatakan ada 289 anggota dewan yang tercatat hadir. Namun nyatanya, berdasarkan hitungan manual jumlah anggota dewan yang berada di ruang rapat paripurna, tak sampai sebanyak itu.

Tanpa banyak teriakan interupsi, ketika semua anggota dewan yang hadir menyetujui hasil rapat paripurna untuk mengesahkan RUU KPK menjadi undang-undang. Hanya tiga dari 10 fraksi di DPR, yakni Partai Gerindra, PKS dan Demokrat yang memberikan sejumlah catatan perihal pengesahan revisi UU KPK.

Ketiga fraksi kompak menyoroti terkait pembentukan Dewan Pengawas KPK. Menurut mereka pemberian kewenangan dalam menunjuk sosok-sosok yang akan menduduki jabatan Dewan Pengawas KPK.

Ketua Fraksi Gerindra Edhy Prabowo mengatakan pihaknya masih memiliki ganjalan terkait pengesahan UU KPK hasil revisi, tepatnya pada poin pembentukan Dewan Pengawas KPK. Tepatnya Gerindra tidak ingin ikut bertanggung jawab bila nantinya pemberian kewenangan Presiden untuk membentuk Dewan Pengawas akan jadi melemahkan KPK.

"Akibat ganjalan itulah yang membuat kami dalam pembahasan, tak pertama menolak untuk diteruskan. Maka karena mungkin kalah suara kita juga memahami tidak mungkin juga kita ngotot. Kami hanya menyampaikan keberatan kami terkait dewas yang ditunjuk langsung tanpa dipilih lembaga independen, ini menjadi catatan kita semua," ungkap Edhy dalam Rapat Paripurna.

Sementara itu, anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa menyampaikan partainya tak setuju dengan pembentukan Dewan Pengawas KPK yang menjadi kewenangan mutlak Presiden. Sebab Dewan Pengawas dikhawatirkan menjadi suatu organisasi yang berbeda dari tujuan awal draf RUU KPK yang bekerja secara independen dan kredibel.

Tak cuma itu, permintaan izin penyadapan atas seizin Dewan Pengawas juga digarisbawahi PKS. Kata Ledia, KPK seharusnya cukup memberitahukan, bukan meminta izin kepada Dewan Pengawas yang diiringi dengan pemantauan dan audit ketat agar penyadapan tidak dilakukan secara semena-mena dan melanggar hak asasi manusia.

"Fraksi PKS menolak pemilihan anggota Dewan Pengawas yang (seharusnya) menjadi hak mutlak DPR serta keharusan KPK dalam meminta izin kepada Dewan Pengawas dalam RUU KPK," ucapnya.

Terakhir, anggota Fraksi Demokrat, Erma Suryani yang mengingatkan adanya kemungkinan abuse of power dari pemberian kewenangan kepada presiden untuk membentuk Dewan Pengawas KPK. Sebab partainya secara konsisten memberikan dukungan penuh terhadap upaya pemberantasan korupsi baik oleh polisi, kejaksaan, maupun KPK. 

“KPK harus diperkuat dan dijaga independensinya dalam upaya tipikor. Demokrat dengar aspirasi dari KPK, masyarakat dan paprol, yang pada pokoknya diperlukan penyempurnaan dan penguatan. Demokrat beri catatan khusus terkait dewas. Demokrat ingatkan adanya kemungkinam abuse of power apabila dewas dipilih presiden. Kami berpandangan dewan pengawas tidak jadi kewenangan presiden,” ucap Erma.

Meski ada ketiga catatan yang disampaikan anggota Fraksi Partai Gerindra, PKS dan Demokrat terkait pengesahan revisi UU KPK. DPR tetap mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Setidaknya ada tujuh poin penting yang telah disepakati DPR dan pemerintah dalam UU KPK. Pertama, terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen.

Kedua, mengenai pembentukan Dewan Pengawas yang bakal menghapus posisi penasihat di KPK. Nantinya, Dewan Pengawas bakal berisi 5 orang yang dipilih oleh presiden. Dewan Pengawas ini bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK hingga memberi izin atau tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan/atau penyitaan. 

Ketiga, terkait pelaksanaan fungsi penyadapan. Persoalan penyadapan diatur dengan ketat dalam draf revisi UU KPK. Dalam revisi aturan itu, KPK harus meminta izin ke Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan.

Keempat, mengenai mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK.

Kelima, terkait koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi.

Keenam, mengenai mekanisme penggeledahan dan penyitaan. dan poin ketujuh, terkait sistem kepegawaian KPK.

Rekomendasi