Pemerintah dan DPR Saling Lempar soal Nasib UU KPK

| 07 Oct 2019 17:22
Pemerintah dan DPR Saling Lempar soal Nasib UU KPK
Gedung KPK (Wardhany/era.id)

Jakarta, era.id - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pembatalan UU Nomor 33 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih dinantikan. Sayang, dua pihak yang terkait dalam penerbitan Perppu malah saling lempar tanggung jawab.

Pada tanggal 26 September lalu, Presiden Jokowi menggelar rapat di Istana Merdeka bersama sejumlah tokoh. Usai pertemuan tersebut, Jokowi menyatakan sikap akan mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu. Namun, hingga saat ini Perppu tak kunjung diterbitkan.

Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan, penerbitan Perppu adalah domain presiden. Makanya, Bambang menyerahkan segala keputusan terkait Perppu kepada Jokowi.

Ada benarnya. Saat ini UU KPK hasil revisi masih menunggu tanda tangan Jokowi. Tanpa tanda tangan Jokowi, UU KPK hasil revisi belum bisa disahkan. Namun, ada catatan. Jika Jokowi tak merespons sama sekali selama satu bulan --terhitung sejak diketuk dalam paripurna DPR 17 September-- UU KPK otomatis berlaku.

"Artinya adalah semua keputusan kita serahkan ke presiden. Karena domainnya ada di tangan presiden. Bukan lagi di Senayan ini," kata Bamsoet --sapaan akrab Bambang-- di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Belakangan, Istana justru mengeluarkan pernyataan. Konon, Jokowi belum meneken revisi UU KPK lantaran masih banyak typo atau salah ketik di dalam draftnya. Karena itu pula Istana mengembalikan UU KPK kepada DPR untuk diperbaiki.

Klarifikasi typo

Politikus Partai Gerindra Supratman Andi Agtas mengatakan, tak ada unsur kesengajaan dalam salah ketik UU KPK hasil revisi. Ia menilai, kesalahan itu adalah biasa.

"Itu kan cuma satu saja typo-nya, menyangkut soal angka dan huruf. Cuma mekanismenya, walaupun saya sudah tahu apa yang menjadi isi yang sebenarnya. Tapi kan tidak boleh saya mengambil keputusan tindakan sepihak sebagai Ketua Baleg (waktu itu) atau Ketua Panja," tutur Supratman.

Menurut dia, pihaknya harus mengumpulkan semua pengusul dan minimal anggota Panja bersama pemerintah untuk membuatkan berita acara soal perbaikan tersebut.

"Karena itu memang yang kami maksudkan 50 tahun. Cuma saya tidak boleh melakukan tindakan sepihak seperti itu, sebelum meminta klarifikasi dari teman-teman lain. Itulah yang sementara sedangkan kami kumpulkan, karena kemarin ada kesibukan soal pelantikan anggota DPR. Sehingga membuat ini ada keterlambatan," jelasnya.

Usia tak penuhi syarat

Soal lain. Supratman juga mengklarifikasi kontroversi terkait usia salah satu pimpinan KPK yang masih di bawah persyaratan. Menurutnya, hal ini adalah domain komisi III sebagai pihak yang melakukan fit and proper test calon pimpinan KPK.

Mantan Ketua Baleg periode 2014-2019 ini menegaskan, tidak ada salah ketik dalam UU KPK hasil revisi kecuali yang berkaitan dengan umur. "Enggak. Memang ada sembilan poin. Tetapi itu hanya menyangkut soal konsistensi saja, konsistensi penulisan. Nanti akan saya berikan. Tapi yang paling penting adalah soal umur," tuturnya.

Terkait dengan Perppu menolak UU KPK hasil revisi, Supratman meminta presiden juga melakukan dialog antara ketua umum partai politik. Ada sembilan partai politik yang ada perwakilannya di DPR. Terutama partai politik di luar pemerintahan.

"Kemarin dengan koalisinya sudah, nah sekarang di luar koalisi. Tidak ada salahnya presiden mengundang, meminta pendapat terhadap ketua-ketua umum partai politik yang ada. Sehingga, saya yakin dan percaya hasil survei yang dilakukan LSI itu, itu kan suatu hal yang baik, tentu juga didengar oleh partai-partai politik," jelasnya.

"Yang paling penting adalah di luar Perppu itu kan ada dua mekanisme lagi yang bisa dilakukan. Pertama judicial review, tapi kan itu belum memungkinkan sekarang, karena UU nya belum diundangkan," jelasnya.

"(Bisa juga) melakukan legislatif review itu sangat mungkin bisa dilakukan. Tapi itu terserah tergantung pertimbangan dan kalkulasi politik presiden. Saya dalam posisi ini tidak bisa menilai apa yang akan terjadi dengan inisiasi presiden untuk mengeluarkan Perppu," ucapnya.

Tags : kpk
Rekomendasi