Padahal, mau menunjuk siapapun dari 25 anggota partainya, posisi PDIP sebagai ketua parlemen dalam lima tahun mendatang tak akan tergeser. Pasalnya, itu sudah diatur dalam Pasal 327 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Aturan itu menyebut bahwa posisi Ketua DPRD berasal dari partai yang memiliki perolehan kursi terbanyak di DPRD provinsi.
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI, Gembong Warsono bilang pihaknya masih punya waktu untuk menentukan sampai dua hari mendatang, yaitu tanggal 26 September 2019
"Aturannya kan satu bulan setelah pelantikan, ini kan belum satu bulan. Masih ada waktu, lah. Eggak perlu buru-buru. PDIP akan tentukan nanti siapa yang pantas untuk jadi ketua," kata Gembong, Senin (23/9).
Sebenarnya, beberapa hari setelah pelantikan anggota DPRD, PDIP sudah menyokong tiga nama kandidat Ketua DPRD. Mereka adalah Prasetyo Edi Marsudi (Ketua DPRD DKI 2014-2019), Gembong Warsono (Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI 2014-2019), dan Ida Mahmudah (mantan Ketua Komisi A DPRD DKI 2014-2019).
Tiga nama ini, kata Gembong, diserahkan kepada DPP PDIP yang memiliki wewenang untuk memutuskan satu nama.
Waktu berjalan, Gembong mengakui sampai saat ini DPP belum juga memberi titah kepada satu orang pilihannya untuk menduduki kursi sang ketua. Sehingga, DPD PDIP DKI tak bisa berbuat apapun selain menunggu.
"Sebenarnya enggak ada masalah (yang menghambat), cuma belum saja. Kan DPP itu tidak hanya bicara Jakarta, tapi seluruh indonesia. Karena Jakarta ini berdekatan dengan DPP, tentu partai akan melihat secara detail," jelasnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD sementara, Syarif bilang pihaknya diberi batas waktu mengirimkan nama-nama pimpinan dan ketua fraksi DPRD atau yang disebut dengan Alat Kelengkapan Daerah (AKD) ke Kementerian Dalam Negeri hingga 26 September.
Tapi, tak cukup sampai di situ. Untuk mengesahkan AKD, DPRD mesti menunggu Kemendagri mengeluarkan Surat Keputusan (SK) atas persetujuan pembentukan AKD maksimal 14 hari.
"Perkiraan saya sih paling cepat 7 Oktober selesai. Kalau (ada yang) belum (serahkan nama pimpinan), mungkin bisa molor," tutur Syarif.
Kegalauan PDIP
Pengamat politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses memahami kenapa PDIP tampak galau memutuskan satu nama untuk posisi Ketua DPRD.
Kata dia, sebagai partai pemenang pemilu legislatif DKI untuk kedua kalinya, PDIP mesti memilih orang yang bisa mempertimbangkan suatu keputusan secara matang, baik bagi masyarakat maupun kepentingan partainya sendiri.
"Posisi ini kan menjadi jembatan bagi partai dalam artian sarana bagi partai menyuarakan pendapatnya," kata Maksimus kepada era.id.
"Iya posisi ketua itukan cukup strategis bagi setiap partai karena dia yang memegang palu sidang dan mengatur jlnnya sidang. Kewenangannya tentu banyak, salah satunya memenej fungsi dewan, baik anggaran, legislasi pun pengawasan," tambahnya.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota, pimpinan DPRD, dengan satu orang ketua, memang memiliki wewenang yang sangat strategis.
Dalam Pasal 33 disebutkan, pimpinan DPRD memiliki wewenang dan tugas memimpin rapat dan memutuskan hasil rapat DPRD, menyusun rencana kerja, berkonsultasi dengan instansi vertikal lain.
Selain itu, Ketua DPRD memiliki wewenang untuk mengesahkan peraturan daerah provinsi bersama gubernur, serta memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur
"Posisi ketua itu cukup strategis bagi setiap partai, karena dia yang memegang palu sidang dan mengatur jalannya sidang. Kewenangannya juga banyak, salah satunya memenej fungsi dewan, baik anggaran, legislasi, maupun pengawasan," tutup Maksimus.