Jokowi mengaku mendapatkan masukan dari beberapa tokoh yang diundang hari ini ke Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Tokoh nasional yang hadir di antaranya Mahfud MD, Romo Magnis Suseno, Alissa Wahid, Quraish Shihab, Butet Kartaredjasa, Goenawan Mohamad, Anita Wahid, dan Christine Hakim.
Pertemuan itu bertujuan membahas berbagai permasalahan, seperti kebakaran hutan dan lahan, permasalahan Papua, dan perihal demonstrasi mahasiswa yang menolak UU KPK baru-RUU KUHP.
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa, Perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," ujar Jokowi.
Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta ini akan mempertimbangkan secara matang setiap kemungkinan sebelum memutuskan menerbitkan Perppu tentang UU KPK tersebut. Jokowi akan memastikan apakah memutuskan mencabut UU KPK dalam waktu dekat.
"Itu tadi sudah saya jawab, akan kita kalkulasi, kita itung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ucapnya.
Kepala Negara juga mengomentari demo mahasiswa yang digelar beberapa hari belakangan. Ia memastikan, pemerintah selalu mencatat aspirasi dari setiap aksi demonstrasi tersebut. "Dalam rangka memperbaiki yang kurang di negara kita. Paling penting jangan sampai demo merusak fasilitas umum dan anarkis," sambung Jokowi.
Sementara itu, Mahfud MD yang hadir dalam pertemuan menyarakan pihak-pihak yang belum puas dengan UU KPK untuk menempuh jalur legislative review sebagai jalan tengah penyelesaiannya. "Kalau saya sih menyarankan legislative review saja, dan diagendakan dalam prolegnas, untuk dibahas kembali," kata Mahfud MD usai menemui Jokowi.
Legislative review itu menurut dia merupakan cara yang paling lembut atau lunak untuk ditempuh, artinya cara yang paling kecil potensi keributannya. "Jalan tengah ini bisa diprioritaskan pada awal pemerintahan dan DPR yang baru. Tetapi kalau tidak yakin, misalnya, waduh sikap DPR seperti itu, maka bisa menempuh cara konstitusional lain," sambungnya.
Lewat proses tersebut diharapkan semua pihak bisa kembali memberikan masukan penyempurnaan terkait pasal-pasal yang masih kontroversial.
Langkah kedua menurut mantan Ketua MK ini yakni dengan cara mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Solusi kali ini terbagi dua, yakni uji formal dan uji materi. "Judicial review artinya Mahkamah Konstitusi diminta membatalkan itu, jalan konstitusional bagus pembatalan uji formal melihat apakah ada langkah prosedural yang salah atau, uji materi, bagian bagian mana saja yang minta diganti," ucapnya.
Jalan keluar terakhir guna mengatasi persoalan undang-undang yang saat ini menjadi perdebatan adalah dengan menerbitkan Perppu.
"Opsi kalau memang terpaksa presiden membuat Perppu. Tentunya berdasarkan kegentingan situasi," kata Mahfud.
Proses pembuatan Perppu tersebut memang diatur dalam Undang-undang Dasar Pasal 22 ayat 1 yang menjabarkan, dalam ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak mengeluarkan Perppu. "Kalau memang terpaksa pilihannya Perppu ya bisa saja, kalau menurut pandangan presiden dalam situasi seperti sekarang ini genting, ya keluarkan Perppu," tuturnya.