Mabes Polri pun membantah sejumlah tudingan di media sosial yang menyebut peristiwa tersebut merupakan rekayasa. "Secara logika, tidak mungkin (rekayasa)," kata Kabiro Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Dedi menjelaskan, dalam proses penyebaran paham radikal, teroris menyebarkan pemahamannya dengan menyentuh emosi seseorang sehingga mereka tanpa sadar mengikuti paham tersebut. "Dalam terorisme, yang dimainkan emosi, bukan logika," lanjut.
Dedi menjelaskan, seseorang yang terpapar paham radikal tidak lantas berani melakukan serangan. Prosesnya cukup panjang sehingga dia mampu melancarkan aksi teror.
"Ketika seseorang terpapar radikal, prosesnya cukup panjang. Bagaimana dia punya keberanian untuk menyerang aparat, itu berproses (butuh waktu)," sambungnya
versi jelasnya dari penyerangan kemarin pic.twitter.com/ashqFhXxOU
— Muhammad Faiz Atorik (@altefalken) October 11, 2019
Setidaknya, terdapat lima tahapan, yakni perencanaan awal, taklim umum, taklim khusus, idat dan eksekusi penyerangan. Apabila pihak yang terpapar itu sudah memiliki pemikiran dan doktrin yang melekat tentang paham radikal serta telah yakin, baru mereka akan melakukannya. Oleh sebab itu, tidak mungkin ada pihak yang merekayasa pelaku teror untuk melancarkan aksinya.
Ia menyebut proses hukum tersangka terorisme tidak ditutup-tutupi. Fakta dan bukti sejumlah kasus terorisme dibuka dalam persidangan yang digelar secara terbuka sehingga masyarakat bisa menyaksikannya langsung.
"Proses persidangan bisa dilihat secara langsung, digelar terbuka," katanya.
Diberitakan sebelumnya, insiden penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto saat kunjungan kerjanya ke Universitas Mathla'ul Anwar (Unma), Pandeglang, Banten, Kamis (10/10). Akibatnya Wiranto mengalami luka di bagian perut sebelah kiri.
Pelaku diketahui bernama Syahril Alamsyah alias Abu Rara menggunakan sejenis pisau kecil yang belakangan disebut polisi sebagai kunai. Selain Wiranto, Kapolsek Menes Kompol Dariyanto dan ajudan Wiranto juga terluka.