Co-Living Jadi Solusi Tingginya Harga Rumah

| 23 Jan 2018 06:30
Co-Living Jadi Solusi Tingginya Harga Rumah
Co-Living, konsep baru dalam ekosistem milenial (Sumber: Pixabay)
Jakarta, era.id - Setelah menjamurnya konsep bisnis co-working atau penyediaan lahan kerja bersama yang diperuntukkan bagi beberapa perusahaan atau organisasi di satu area, kini pola bisnis serupa tengah berkembang di Asia.

Co-living, adalah konsep baru yang berkembang di tengah ekosistem milenial. Mengusung konsep dasar yang sama dengan co-working, yakni berbagi dan interaksi tak berbatas, co-living bahkan mengadaptasi gaya lebih intim antar sesama lewat penyediaan tempat tinggal bersama.

Tren yang telah berkembang sejak lama di Amerika dan Eropa ini telah merambah ke Asia. Kini, masyarakat di belahan timur dunia tak hanya berbagi sarana transportasi dan ruang kerja, namun juga berbagi tempat tinggal.

“Bridging the housing gap” oleh konsultan real estate JLL. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa co-living memperoleh daya tarik di Asia, terutama di Hong Kong dan Cina. Di dua negara itu, co-living jadi solusi atas tingginya harga rumah.

Sebelum era co-living, konsep berbagi tempat tinggal sejatinya telah diterapkan sejak lama, dalam asrama ataupun kost-kostan misalnya. Yang membedakan adalah pengelolaannya, dimana co-living dikelola secara profesional.

Sebagian besar pengelola mengutamakan pelayanan dengan aspek komunitas seperti kelas yoga, pemutaran film, makanan dan minuman gratis, hingga acara networking dengan pembicara tamu dan workshop yang disesuaikan dengan masing-masing ketertarikan dan minat dari penghuninya.

"Bagi mereka yang belum mampu membeli rumah sendiri, kehadiran co-living menawarkan solusi yang terjangkau bagi kebutuhan mereka: alternatif untuk mereka yang masih tinggal di rumah keluarga, sewa bersama atau rumah susun" kata Denis Ma, Head of Research, JLL Hong Kong. 

"Selain itu, komunitas masyarakat juga tertarik dengan skema co-living yang berpotensi memperbaiki tingkat kesejahteraan penghuni secara keseluruhan," tambah Ma.

Di Cina, konsep co-living dimulai oleh YOU+ International Youth Community, disusul oleh pengelola lain yang muncul pada tahun 2012. Pada akhir tahun 2016, terdapat hampir 90 pengelola di seluruh Cina. Vanke Port Apartment adalah salah satu pengelola terbesar Cina, yang memiliki lebih dari 60.000 unit.

Sementara itu, YOU+ mengoperasikan 16 properti, Mofang juga bertambah menjadi sekitar 15.000 unit, ZiRoom mengoperasikan 7 properti dan Coming Space mengelola 10.000 unit.

Joe Zhou, Head of Research JLL Cina menjelaskan, peminat terbesar dari co-living adalah generasi milenial. Dalam lima tahun terakhir terdapat, 43 juta mahasiswa tingkat akhir yang jadi peminat co-living.

Dengan tingginya harga perumahan di Cina, dibutuhkan waktu setidaknya tiga sampai lima tahun bagi mereka untuk bisa membeli rumah sendiri, yang artinya, mereka harus menyewa atau mencari alternatif tempat tinggal jangka pendek. (Yosi)

Tags :
Rekomendasi