Wacana ini muncul setelah pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum NasDem Surya Paloh pada Minggu (13/10). Menurut Surya, sistem pemilu serentak saat ini menjadi tafsir dari UUD 1945 perlu dipertanyakan kembali, sebab ia melihat ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pemilu serentak.
"Banyak poin masalahnya. Tidak terbatas GBHN baru misalnya pemilu serentak ini. Ini kita pikirkan bersama apakah akan dilanjutkan lima tahun ke depan pemilu serempak tadi atau kembali terpisah," kata Surya.
Baca Juga: Membaca Efek Koalisi Gemuk Jokowi
Sementara di lain pihak, PDI Perjuangan menjadi salah satu inisiator agar konstitusi diamendemen terbatas, khususnya menyangkut wewenang MPR menghidupkan kembali GBHN.
PDIP secara tersirat menyatakan sikap tak perlu perubahan menyeluruh. Misi PDI Perjuangan hanya sebatas pada menambahkan kewenangan MPR untuk menetapkan Haluan Negara yang diatur dalam Pasal 3, seperti yang sudah disepakati saat Kongres V PDIP di Bali, beberapa waktu lalu.
"Jadi di luar perubahan pasal itu PDIP tidak berada dalam pikiran, apalagi sikap untuk mengubah pasal-pasal lain di dalam UUD tersebut," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
PDIP merasa elite parpol tak perlu berdebat soal format amendemen, karena itu adalah tugas dari Badan Pengkajian MPR. Wakil Ketua MPR ini berharap ada niat baik dari para elite parpol untuk menyatukan visi dan tidak dilatarbelakangi kepentingan kekuasaan semata.
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan juga telah menjelaskan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan tentang perlunya amendemen UUD 1945 hanya bersifat terbatas.
"Saya bilang terbatas, amendemen terbatas, sifatnya filosofis, ideologis, yang menggambarkan visi Indonesia 100 tahun lagi. Tapi sifatnya filosofis dan ideologis, enggak teknis," kata pria yang akrab disapa Zulhasan ini.