Teror 'Serangan' pada Aktivis dan Pemimpin Hong Kong

| 17 Oct 2019 21:05
Teror 'Serangan' pada Aktivis dan Pemimpin Hong Kong
Sebuah payung tergeletah di tengah asap gas air mata. (Chien-Chi Chang/Twitter)
Jakarta, era.id - Aksi demonstrasi yang telah berlangsung beberapa bulan di Hong Kong kembali memakan korban. Lini masa kembali dikejutkan dengan foto-foto salah satu ketua kelompok pro-demokrasi yang bersimbah darah usai diserang orang tak dikenal. 

Pria dengan kaus merah itu ditemukan tergeletak di pinggiran kota Hong Kong dengan tubuh bersimbah darah karena luka di kepala. Pria itu adalah Jimmy Sham yang merupakan Ketua Civil Human Rights Front (CHRF). Jimmy diserang secara sporadis oleh lima orang tak dikenal dengan palu di Distrik Mong Kok. 

Beberapa orang di dekat Sham mengatakan, mereka diancam dengan senjata tajam lainnya jika mencoba untuk membantu Sham. Penyerangan itu dilakukan pada Rabu malam waktu setempat. Jimmy Sham adalah aktivis politik lama di Hong Kong. Sebagian besar orang mengenalnya karena berkampanye untuk hak-hak LGBT. Dalam protes antipemerintah, ia menjadi salah satu pemimpin protes tanpa kekerasan. 

CHRF mengecam tindakan kekerasan yang tak dapat diterima ini dan mengaitkan serangan kepada ketuanya itu dengan pendukung pemerintah. Kelompok pro-pemerintah kerap dicurigai melakukan penyerangan terhadap aktivis-aktivis pro-demokrasi selama gejolak politik berlangsung di Hong Kong sejak Juni.

"Tak sulit untuk menghubungkan kejadian ini dengan teror politik yang menyebar untuk mengecam dan menghambat pelaksanaan hak yang alami dan sah," ujar CHRF dalam suatu pernyataan, dikutp Al Jazeera, Kamis (17/10/2019).

 

Baca Juga: Hadiah Nobel Perdamaian untuk Rakyat Hong Kong

Kelompok yang telah turun sejak awal musim panas ini mengatakan bahwa mereka memiliki izin unjuk rasa dari kepolisian pada 20 Oktober. Namun, permintaan mereka baru-baru ini ditolak, demikian dikutip BBC. 

Dalam laporan terbaru, CHRF mengatakan kondisi Sham sudah stabil. Meski telah mengalami serangan, lewat akun Facebooknya ia mengaku tak akan menyerah. Serangan itu, kata dia, hanya akan membuat dirinya semakin terhubung dengan sesama pengunjuk rasa.

Sementara itu, kelompok HAM Amnesty International mendesak otoritas Hong Kong untuk segera menyelidiki serangan berdarah yang terjadi kepada Sham. "Pihak berwenang harus segera melakukan investigasi serangan mengerikan ini dan mengirimkan pesan bahwa menargetkan aktivis dalam penyerangan akan memilik konsekuensi," kata Joshua Rosenzweig, kepala kantor Amnesti kawasan Asia Timur, dikutip Reuters.

 

'Serangan' berkelanjutan

'Serangan' kepada Sham terjadi beberapa jam usai Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menunda pidato kepresidenannya. Ini adalah pertama kalinya pidato kenegaraan tahunan oleh Kepala Eksekutif Hong Kong terpotong dua insiden tak terduga. Pidato Lam akhirnya ditangguhkan dan disiarkan melalui sebuah video.

Dalam sebuah video yang beredar, Carrie Lam yang saat itu baru memasuki ruangan di Dewan Legislatif (Legco) diteriaki oleh anggota parlemen dari kubu oposisi. Saat Lam menuju podium untuk pidatonya, anggota oposisi itu mengikutinya sambil memperlihatkan poster-poster menentang Lam. Bahkan di antara mereka ada yang naik ke atas meja. 

Pidato Lam akhirnya dihentikan dan dilanjutkan selama 75 menit kemudian melalui sebuah video di tempat terpisah. Akibatnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi tak dapat secara resmi dicabut.

Baca Juga: Taktik Kreatif Demonstran di Hong Kong

Dalam pidatonya Lam mengatakan bahwa setiap tindakan yang mendukung kemerdekaan, mengancam kedaulatan, keamanan, dan kepentingan negara tak akan ditoleransi. "Meski masa berat dan kesulitan dialami Hong Kong, saya yakin bahwa sepanjang kita dengan benar menerapkan prinsip satu negara dua sistem, kita akan mampu keluar dari kesulitan ini," ujar Lam.

Protes di Hong Kong dipicu dengan RUU Ekstradisi yang diperkenalkan oleh Sekretaris Keamanan John Lee. Aturan ini akan memberikan pemimpin kota itu kekuasaan eksekutif untuk mengirim para buronan ke wilayah jurisdiksi yang tidak tercakup dalam sistem pengaturan yang telah berlaku, termasuk ke China Daratan dan Taiwan.

Meski aturan itu dikatakan telah mati. Namun Hong Kong masih tetap bergejolak. Aksi demonstrasi dilakukan terus-menerus dan kini berkembang menjadi gerakan menuntut reformasi demokrasi yang lebih luas. Para aktivis menyebut, kebebasan penduduk kota itu sedang dikikis oleh China. 

Rekomendasi