Masih Berharap Perppu Terbit Meski UU KPK Sudah Berlaku

| 18 Oct 2019 10:39
Masih Berharap Perppu Terbit Meski UU KPK Sudah Berlaku
Presiden Jokowi (Foto: Twitter @jokowi)
Jakarta, era.id - KPK memasuki babak baru setelah Undang-Undang (UU) KPK yang telah direvisi berlaku kemarin, Kamis (17/10). 

UU yang dianggap banyak mengandung pasal kontroversial dan melemahkan KPK ini, resmi berlaku walaupun Presiden Joko Widodo belum menandatanganinya. 

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 ayat 5, undang-undang yang telah disetujui bersama antara DPR dan pemerintah tetap akan berlaku meski tak ada tanda tangan presiden. Pada penjelasannya disebutkan, dalam waktu 30 hari RUU itu disetujui, maka RUU itu sah jadi UU dan wajib diundangkan.

Presiden sempat didesak untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK untuk membatalkan UU tersebut. Namun, hingga UU ini berlaku, perppu itu tak kunjung terbit. Padahal, Jokowi sempat menyatakan akan mempertimbangkan mengeluarkan perppu setelah bertemu dengan sejumlah tokoh beberapa waktu lalu.

Salah satu elemen yang mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menolak seluruh pasal yang disepakati UU KPK ini.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menegaskan, sejumlah pasal kontroversial yang ada di UU KPK tersebut di antaranya, soal dewan pengawas hingga SP3 terhadap kasus yang ditangani KPK. Dia menganggap aturan ini sengaja dibuat oleh DPR dengan tujuan lembaga antirasuah tersebut melemah dan kerja pemberantasan korupsi jadi lambat. 

Dia juga mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi terkait agenda pemberantasan korupsi. Sebabnya, meski syarat-syarat penerbitan perppu itu sudah terpenuhi, tapi hingga saat ini Jokowi tetap bergeming.

"Padahal seluruh syarat untuk penerbitan perppu sudah terpenuhi. Mulai dari kebutuhan mendesak karena pemberantasan korupsi akan terganggu, kekosongan waktu, sampai perubahan UU baru yang butuh waktu lama," ungkap Kurnia dalam pernyataannya.

Kata dia, Jokowi harusnya tak gentar dengan gertakan partai politik akan terjadi pemakzulan jika perppu diterbitkan. Dia juga mengingatkan, agar para petinggi parpol tidak mengintervensi Jokowi terkait rencana penerbitan Perppu KPK.

"Perppu pada dasarnya adalah kewenangan prerogatif Presiden dan konstitusional. Pada akhirnya nanti akan ada uji objektivitas di DPR terkait dengan perppu tersebut," tegasnya.

Menurut Kurnia, ini adalah saat tepat bagi Jokowi memberi bukti pada masyarakat soal komitmennya memperkuat KPK dan menjamin pemberantasan korupsi. Caranya dengan menerbitkan Perppu KPK sesegera mungkin.

Ketua KPK Agus Rahardjo juga masih berharap Jokowi yang bakal dilantik pada 20 Oktober 2019 segera menerbitkan Perppu KPK. Tujuannya, agar pemberantasan korupsi bisa terus berjalan.

"Kami masih berharap kami masih memohon mudah-mudahan Bapak Presiden setelah dilantik memikirkan kembali kemudian beliau bersedia mengeluarkan perppu yang sangat diharapkan KPK, sangat diharapkan publik," ujar Agus di Kantor KPK. 

Kepala Staf Presiden Moeldoko meminta masyarakat bersabar tentang upaya penerbitan perppu ini. Tapi, dia tak memberikan penjelasan kenapa perppu ini tak kunjung terbit. 

"Tunggu aja, sabar sedikit kenapa sih," ujar Moeldoko. 

Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin meminta masyarakat yang menolak UU KPK, tidak mendesak presiden menerbitkan perppu. Dia menyarankan mereka mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU ini.

"Kita selalu mengatakan bahwa setelah revisi undang-undang, setelah diketok, kemudian diundangkan, dikasih nomor, kemudian diberlakukan, bahwa ada pihak-pihak yang mengajukan judicial review menurut Bang Ali inilah yang harus kita tempuh dalam rangka memberikan pembelajaran kepada masyarakat Indonesia," ungkap dia.

"Termasuk mahasiswa atau kepada siapa saja yang keberatan dengan pasal dan undang-undang yang dia anggap melemahkan KPK," imbuh Ngabalin.

Rekomendasi