Siapa Bilang Kerusuhan Wamena Konflik SARA?

| 18 Oct 2019 21:06
Siapa Bilang Kerusuhan Wamena Konflik SARA?
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Komisi Nasional (Komnas) HAM menyebut pihaknya telah melakukan investigasi terhadap sejumlah kerusuhan di wilayah Papua, termasuk di Wamena. Penelurusan lebih jauh ini dilaksanakan sejak 14-17 Oktober 2019 yang lalu.

Dari hasil investigasi tersebut, Komnas HAM lantas menyebut konflik yang terjadi di Wamena bukanlah merupakan konflik akibat isu SARA. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.

"Kerusuhan Wamena pada tanggal 23 September 2019 itu bukan konflik SARA tapi benar-benar tragedi kemanusiaan. Apalagi kalau kita bilang genosida itu enggak ada sama sekali. Unsur-unsur genosida itu enggak ada," kata Beka di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2019).

Beka juga menyebut, kronologi penyebab kerusuhan di Wamena tersebut hingga saat ini masih belum jelas. Sehingga, dia meminta pihak kepolisan mengerahkan kekuatannya untuk mengetahui apa yang jadi penyebab kerusuhan ini.

"Karena memang masih ada loop hole (dalam kronologi kerusuhan). Itu kan kalau kita ke Wamena benar-benar berada di tengah lembah, di kelilingi gunung dan ada mobilisasi masa ke lembah itu. Kami minta polisi mencari tahu bagaimana mobilisasi massa itu terjadi saat kerusuhan itu terjadi," ungkap Beka.

Sebab, Komnas HAM menduga, mobilisasi massa yang cukup besar terjadi saat itu tanpa diketahui dari mana mereka berasal. "Ini harus dicari tahu oleh polisi, darimana koordinasinya. Sehingga kita bisa tahu detail peristiwa itu terjadi dan tidak ada lubang kronologi sedikitpun," tegas Beka.

Konferensi pers Komnas HAM(Tsa Tsia/era.id)

Selain soal pengusutan kronologi peristiwa, Beka juga menyoroti beberapa penanganan terkait para korban terdampak kerusuhan di Wamena. Kata dia, Pemerintah Kabupaten Wamena mampu segera memulihkan layanan publik, layanan kesehatan, layanan pendidikan, dan bahan makanan. Selain itu, Komnas HAM juga mengingatkan pemerintah akan pentingnya trauma healing.

Trauma healing ini, kata Beka dirasa penting. Khususnya bagi anak-anak dan wanita. Sebab, setelah kejadian kerusuhan yang menewaskan 35 orang itu, trauma tentunya dirasakan warga. Dalam kesempatan itu, Beka juga bicara soal penyelesaian kekerasan di wilayah Papua yang terdampak konflik, seperti Wamena. Kata dia, penyelesaian ini harus dilakukan secara menyeluruh.

"Tidak bisa kita melihat sepotong-sepotong. ... Ini penting saya kira momennya tepat karena hari Minggu 20 Oktober, presiden dilantik. Saya kira Papua harus menjadi prioritas utama dari programnya presiden dan wakil presiden lima tahun mendatang," jelas dia.

Tak hanya itu. Penyelesaian kasus di Papua juga dirasa penting mengingat Indonesia baru saja menjadi Anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Saya kira ini menjadi saatnya bagi pemerintah untuk membuktikan komitmen menyelesaikan persoalan Papua dengan standar HAM seperti komitmen Indonesia ketika kampanye pemilihan Dewan HAM PBB," ujar Beca.

Sebelumnya, Komnas HAM juga menyebut dari hasil investigasi itu mereka mendapati ada tambahan jumlah korban tewas sebanyak sepuluh orang. Mereka tidak tercatat oleh aparat keamanan karena setelah dinyatakan meninggal, korban ini tidak dibawa ke rumah sakit melainkan langsung diberangkat ke daerah asal mereka.

Adapun kerusuhan di Wamena ini diawali karena ada berita bohong yang beredar dan menyebut jika ada seorang oknum guru, yang diduga melemparkan pernyataan rasis kepada muridnya.

Rekomendasi