Cerita Darwis Triadi soal Pemotretan Jokowi-Ma'ruf

| 19 Oct 2019 20:28
Cerita Darwis Triadi soal Pemotretan Jokowi-Ma'ruf
Darwis Triadi dalam pemotretan kenegaraan (Istimewa)

Jakarta, era.id - Ada nama besar di balik foto resmi presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Ia adalah Darwis Triadi. Sore tadi kami berbincang dengan Darwis. Kepada kami, ia bercerita tentang berbagai hal terkait pemotretan bersejarah yang beberapa waktu lalu ia lakoni.

Ini bukan pertama kalinya Darwis mendapat kesempatan memotret Pak Jokowi tersebut. Sebelumnya, ia sudah pernah memotret Jokowi dalam beberapa kesempatan. Hal tersebut membuat Darwis lebih santai dalam memotret. Selain itu, karena fotografer adalah pekerjaannya sehari-hari, proses pemotretan bukan menjadi kesulitan baginya.

“Karena sudah pekerjaan sehari-hari, jadi tidak ada perbedaan, sih. Mungkin kalau teknis tidak ada ya. Masalahnya lebih ke non-teknis saja. Pak Jokowi dan Pak Kyai Ma’ruf Amin sangat kooperatif dan menyerahkan prosesnya kepada saya,” kata Darwis memulai pembicaraan, Sabtu (19/10/2019).

Sesuai yang dituliskan di akun Instagram pribadi Darwis, ia menuliskan merasa bahagia mendapat kesempatan memotret Jokowi untuk kenegaraan. Bagi Darwis, Jokowi adalah idola. Ia bahkan mengaku baru mengikuti pemilihan umum sejak Jokowi hadir di kertas suara.

“Ya jelas. Pertama, Pak Jokowi itu idola saya. Selama ini saya tidak pernah menemukan satu sosok negarawan yang seperti dia. Ya mungkin katakanlah saya lebay. Saya rasa sah-sah saja. Saya belum pernah menemukan pejabat, pemimpin, kepala negara seperti beliau," kata Darwis.

Pemotretan kenegaraan oleh Darwis Triadi (Istimewa)

Darwis dan foto kenegaraan

Selalu ada teknik dan konsep dalam pemotretan. Tetapi, untuk foto kenegaraan, Darwis mengaku tidak menggunakan konsep khusus karena sudah ada standarnya. Meski bukan kali pertama memotret Jokowi, ini adalah pemotretan Darwis pertama untuk keperluan negara.

Jika ada kepala negara lain yang pernah ia foto, itu adalah B.J Habibie. Namun, pemotretan Habibie saat itu untuk keperluan komersil. Untuk Jokowi, ini adalah kali keempat ia diberi kesempatan untuk memotret.

“Saya melakukan alternatif (pemotretan Jokowi). Tapi, untuk perbedaan saja dan bisa digunakan ... Yang pertama di studio saya untuk keperluan kampanye, kedua di Istana Bogor, yang ketiga di Istana Merdeka. Dan ini adalah keempat, di Istana Negara untuk foto kenegaraan.”

Di beberapa foto balik layar yang tersebar di internet, terdapat foto pak Jokowi dan pak Ma’ruf Amin memakai lencana. Darwis pun menjelaskan itu adalah standar untuk presiden dan wakil presiden. “Keperluan fotonya memang dua. Satu untuk di Istana, satu untuk umum."

Kritik foto kenegaraan sebelumnya

Kepada kami, Darwis juga menyampaikan kritik terkait foto-foto kenegaraan yang pernah dilakukan pada periode-periode pemerintahan sebelumnya. Menurut Darwis, ada banyak kesalahan yang ia lihat dalam pemotretan foto kenegaraan sebelumnya.

“Sebelumnya, saya lihat foto kenegaraan yang official banyak yang tidak sesuai. Seperti salah penempatan, misalnya. Lewat kesempatan ini, saya ingin mencoba melakukan perubahan karena ini bukan foto yang dimanipulasi.”

Tidak ada proses editing berlebihan pada potret Jokowi dan Ma’ruf. Namun, Darwis melakukan sedikit retouch yang wajar secara teknis. Darwis mengaku terganggu dengan hasil foto kenegaraan yang sebelumnya dilakukan, khususnya tahun 2014.

“Saya melihat foto kenegaraan di tahun 2014 seperti banyak diubah secara struktural, sehingga tidak keluar karakter asli Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla.” kata Darwis melanjutkan.

Pemotretan kenegaraan oleh Darwis Triadi (Istimewa)

Ditanya soal pendapat pribadi, Darwis menjelaskan bahwa ia ingin Jokowi melanjutkan apa yang sudah dilakukan. Justru, Darwis berharap rakyat Indonesia agar lebih suportif terhadap apa yang dibuat oleh presiden.

Darwis merasa rakyat Indonesia terlalu mengadopsi budaya luar dan merasa budaya luar lebih bagus daripada budaya kita sendiri. Ia juga menjelaskan rakyat Indonesia tidak bangga dengan apa yang bangsa ini lakukan.

“Kita harus bahu membahu untuk pembangunan lima tahun ke depan. Kita dengan jumlah 270 juta harusnya bisa kuat di Asia Tenggara, tapi makin ke sini nasionalisme kita luntur. Kita sudah tidak mikir NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), ini bisa membuah pecah belah. Kita tidak mungkin biarkan Pak Jokowi kerja sendiri.” kata Darwis menutup percakapan.

Rekomendasi