Wacana China Lengserkan Pemimpin Hong Kong

| 23 Oct 2019 12:05
Wacana China Lengserkan Pemimpin Hong Kong
Carrie Lam. (Twitter)
Jakarta, era.id - Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam terancam dilengserkan oleh pemerintah China. Ini adalah buntut dari masifnya gelombang demonstrasi yang menimbulkan kekacauan dalam beberapa bulan terakhir.

Wacana pemerintah China untuk mengganti Lam oleh kepala eksekutif, sementara ini diterbitkan oleh Financial Times (FT) yang mengutip sumber-seumber yang mengetahui rencana itu, Rabu (23/10/2019).

Dalam laporan itu tertulis, sebelum keputusan tentang pencopotan Lam dibuat, mereka para pejabat di China menginginkan situasi di Hong Kong kembali stabil seperti sedia kala. Sebelum bentrokan antara massa dan polisi antihuru-hara memenuhi jalan setiap akhir pekan.

Ada dua calon yang disebut-sebut berpotensi menggantikan Lam, yakni Kepala Otoritas Moneter Hong Kong Norman Chan dan Kepala Sekretaris Administrasi wilayah Hong Kong Hensry Tang. 

Baca Juga: Pemantik Api dalam Demo Besar Hong Kong

Langkah ini dilakukan sebab Beijing tak ingin terlihat bahwa mereka telah menyerah pada tuntutan para pengunjuk rasa yang tergabung dalam demonstrasi selama lima bulan lamanya. Di mana dalam tuntutan itu memang mendesak Lam untuk mundur dari jabatannya.

Jika wacana ini direstui oleh Presiden China Xi Jinping, Beijing akan menunjuk pengganti Lam pada Maret 2020. Pengganti Lam nantinya bakal melanjutkan sisa masa jabatan Lam yang berakhir pada 2022.

Sebelumnya pada September lalu, Lam pernah diisukan ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Namun hal itu dibantah Lam. Ia mengatakan tak pernah meminta pemerintah China untuk membiarkan ia mengundurkan diri guna mengakhiri krisis politik di Hong Kong sejak diserahkan dari Inggris ke China pada 1997 silam.

Baca Juga: Torelansi Tinggi di Tengah Aksi Demonstrasi Hong Kong

Gejolak politik di Hong Kong sudah terjadi selama lima bulan. Krisis ini dipicu dengan keluarnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi. RUU ini memungkinkan Hong Kong untuk mengirim terduga pelaku kejahatan ke wilayah-wilayah yang tak memiliki perjanjian jangka panjang ekstradisi, termasuk Taiwan dan daratan China.

RUU Ekstradisi ini dianggap menjadikan China akan terlalu mencampuri urusan Hong Kong, serta mengancam setiap warganya. Hukum ini juga dianggap sebagai kriminalisasi terhadap masyarakat Hong Kong. RUU menciptakan gelombang massa. Sebulan setelahnya, Lam menangguhkan RUU itu.

Namun Hong Kong masih tetap bergejolak. Aksi demonstrasi dilakukan terus-menerus dan kini berkembang menjadi gerakan menuntut reformasi demokrasi yang lebih luas. Para aktivis menyebut, kebebasan penduduk kota itu sedang dikikis oleh China. Hingga kini, belum ada tanda-tanda krisis di Hong Kong akan mereda.

Rekomendasi