Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, sejumlah progres dalam bidang ketenagalistrikan. Pihaknya telah mencatat perkembangan program ketenagalistrikan hingga triwulan ketiga atau September 2019. Di mana tahap pengembangan konstruksi sebesar 65 persen atau sekitar 23.165 MW.
Kemudian, yang telah masuk kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) sekitar 6.923 MW atau 20 persen. Sementara proses pengadaan sekitar 829 MW atau 2 persen, tahap perencanaan sekitar 734 MW atau 2 persen.
"Untuk proyek 35 ribu MW kami coba memenuhi kebutuhan yang dicanangkan," kata Rida, di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2019).
Dengan demikian, maka total Pembangkit yang belum berkontrak 1.563 MW atau 4,40 persen yang belum kontrak, dan yang sudah kontrak mencapai sekitar 33.947 MW atau 95,60 persen.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Huta Julu menjelaskan, proyek Pembangkit yang telah beroperasi sebagian besar terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dibawah 200 MW.
Kemudian, dari Energi Baru Terbarukan EBT skala kecil yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan gas. Menurut dia, pembangunan konstruksi pembangkit jenis tersebut relatif singkat sekitar 12-24 bulan.
Sedangkan pembangkit listrik skala besar masih dalam proses konstruksi antara lain terdiri dari PLTGU, PLTU diatas 100 MW, PLTP dan PLTA dengan persiapan proyek dan proses konstruksi pembangkit jenis tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama.
"Sementara itu 20 persen proyek pembangkit yang telah kontrak, saat ini dalam proses pemenuhan persyaratan pendanaan agar tercapai financial closing, untuk mencapainya harus menyelesaikan antara lain pembebasan lahan dan izin lingkungan (Amdal/UKL/UPL)," katanya.
Sebagai informasi, Proyek yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengebut rasio elektrifikasi dan menghindari krisis listrik itu terpaksa molor hingga 2028. Salah satu penyebabnya adalah ekonomi RI yang melambat sejalan ekonomi dunia sehingga pengerjaan mega proyek itu pun terhambat.