Pengganti M. Prasetyo ini mengatakan, Kejaksaan Agung bahkan akan segera menjalankan proses eksekusi mati bila sudah tidak ada lagi halangan. "Ada beberapa perkara yang belum inkrah (berkekuatan hukum tetap). Pasti kita akan eksekusi kalau (perkara itu) sudah selesai," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung.
Hingga hari ini, sebanyak 274 terpidana mati masih menunggu eksekusi di dalam lembaga pemasyarakatan (LP). Mereka divonis pidana mati karena pelbagai kasus, yakni 68 pembunuhan, 90 narkotika, delapan perampokan, satu terorisme, satu pencurian, satu kesusilaan, dan 105 pidana lainnya.
Dari 274 orang itu, 26 orang menghuni LP di Jakarta. 24 dari mereka adalah pelaku tindak pidana narkotika, sedangkan dua lainnya terpidana kasus pembunuhan.
Dalam hukum pidana, ada azas litis finiri oportet, yakni, setiap perkara harus ada akhirnya. Maka akhir proses pidana adalah eksekusi. Bila tidak, hal itu bisa menjadi preseden buruk.
Burhanuddin mengklaim, Kejaksaan Agung masih belum bisa mengeksekusi para terpidana mati itu. Sebab, Mereka masih menginventarisasi kasus secara keseluruhan.
Apalagi, ada kemungkinan para terpidana mati ini mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) berkali-kali, untuk mencari celah keringanan hukuman mereka. Inilah yang membuatnya tak bisa menjawab waktu pelaksanaan eksekusi mati itu.
Baca Juga : Kisah 30 Menit Melawan Peradilan yang Tak Adil pada Kasus Santa
"Sebagian proses hukumnya belum selesai. Kita harus berikan haknya dulu. Kalau suatu saat ada perubahan (hukuman), kan, sudah terlanjur dihukum mati? Itu yang kita hindari," tutur Burhanuddin.
Sekadar informasi, Indonesia merupakan negara yang masih bertahan menerapkan hukuman mati. Sementara di separuh negara dunia, hukuman mati sudah tidak berlaku.
Alasan penghapusan mati di banyak negara, salah satunya, tidak ada satu pun penelitian yang bisa mengaitkan hukuman mati dengan efek jera atau penurunan angka kriminalitas. Dari 193 negara anggota PBB, 173 sudah tidak melakukan hukuman mati.
Bertepatan dengan Hari Antihukuman Mati pada Rabu (10/10) lalu, mantan Jaksa Agung M. Prasetyo memandang hukuman mati bukan sesuatu yang menyenangkan tapi harus dilakukan. Melihat dampak bahaya yang luas ditimbulkan oleh si pelaku kejahatan, menurut dia, memang layak ada hukuman mati.
Infografik. (Ilham/era.id)