'Kalau Jadi Karyawan Swasta, Anggota DPR Pasti Sudah Dipecat!'

| 29 Oct 2019 18:41
'Kalau Jadi Karyawan Swasta, Anggota DPR Pasti Sudah Dipecat!'
Lucius Karus (Wardhany Tsa Tsia)
Jakarta, era.id - Sudah hampir sebulan, anggota DPR RI periode 2019-2024 menjabat. Namun, anggota legislatif penghuni gedung kura-kura itu sepertinya benar-benar mengambil analogi hewan kura-kura yang berjalan lambat. Persis seperti kinerja mereka saat ini.

Karena terlalu lama dalam bergerak di awal masa jabatannya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus bahkan berkelakar, jika ada pegawai swasta yang kerjanya lambat seperti anggota DPR maka sudah pasti dia bakal dipecat dari perusahaannya.

"Para anggota DPR periode ini, sudah menjabat satu bulan tapi belum kerja apa-apa. Kalau pegawai swasta sudah dipecat itu biasanya," kata Lucius dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2019).

Baca Juga: Melihat dari Dekat Pembuatan Tenun Maumere di Sarinah

Dia mengatakan, DPR periode 2019-2024 memang banyak menghadapi masalah pelik sejak awal mereka menjabat, yaitu demonstrasi mahasiswa yang mengkritik berbagai kebijakan DPR di akhir masa jabatan periode 2014-2019.

Tak hanya demonstrasi, kata Lucius, berbagai lobi politik alot juga disebut cukup mengganggu dan membuat para anggota DPR itu tak bisa bekerja maksimal di bulan pertama mereka menjabat. Tapi bukankah mereka sudah mencicipi gaji pertama mereka yang tak pernah terlambat turun?

Dia berharap anggota DPR yang kini menjabat harus mampu menunjukkan kesungguhannya dalam menciptakan perubahan. Apalagi di periode ini, Lucius menilai dinamika politik akan berjalan lebih kondusif dibandingkan periode sebelumnya.

"Gejolak politik akan sangat minim, khususnya karena persatuan sudah bisa dipastikan. Sehingga pekerjaan bisa dilakukan dengan leluasa," ungkapnya.

Namun, meski meminta anggota menciptakan berbagai perubahan di parlemen, Lucius pesimis bakalan ada perubahan kinerja di DPR karena mayoritas anggota legislatif adalah kader yang berasal dari partai koalisi pendukung pemerintah.

"Melihat parpol dengan segala catatan soal sepak terjangnya, belum ada tanda mereka punya kemauan untuk menempatkan anggota di parlemen dan melakukan sesuatu untuk merubah bangsa dengan dominasi parpol (pendukung pemerintah)," jelas Lucius.

Lucius juga khawatir jika parpol di parlemen justru menyepakati berbagai kebijakan yang menimbulkan kontroversi di parlemen, sebenarnya kebijakan ini bertentangan dengan pribadi anggota parlemen tersebut.

Dia kemudian menyebut, salah satu kebijakan kontroversial itu adalah revisi UU KPK yang kini telah diundangkan dengan UU Nomor 19 Tahun 2019. "Problem kita ada di Parpol," ujar dia.

Selain menyinggung soal kinerja anggota DPR dan parpol yang masih belum mendorong perubahan, Lucius berharap ada berbagai kemajuan tata kelola kelembagaan di parlemen. Tujuannya, supaya kinerja yang tak berkualitas di waktu sebelumnya tak terulang kembali.

Sehingga, dia berharap partai politik bisa berkomitmen lebih jauh untuk menjadikan DPR menjadi lembaga representatif masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan teknologi.

"Kemajuan teknologi sudah sangat mampu mendukung cita-cita parlemen yang terbuka dan partisipatif itu. DPR hanya perlu memperkuat komitmen serta menemukan cara untuk mewujudkan keterbukaan itu," tuturnya.

Tags : ketua dpr
Rekomendasi