Mempertanyakan Biaya Rp556 Juta untuk Konsultasi RW Kumuh DKI

| 04 Nov 2019 19:45
Mempertanyakan Biaya Rp556 Juta untuk Konsultasi RW Kumuh DKI
Pemukiman kumuh di Jakarta (Anto/era.id)
Jakarta, era.id - Anggota DPRD DKI dalam Rapat Komisi D menyoroti pengajuan anggaran konsultasi kampung kumuh dalam kegiatan Community Action Plan sebesar Rp556 juta pada tiap satu RW.

Pagu anggaran ini muncul dalam kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) tahun 2020 dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.

Rinciannya, ada biaya langsung untuk personel Rp 475.800.000 dan biaya langsung non-personel Rp 29.757.030. Anggaran tersebut akan membiayai tenaga ahli, fasilitator, surveyor, dan sebagainya.

Sementara, hasilnya berupa laporan teknis detail engineering design (DED), pelaksanaan sosialisasi, dan focus group discussion (FGD).

"Ada catatan terkait program ini. Apa kajian saja butuh dana Rp600 juta (jika dibulatkan) satu RW? Itu terlalu tinggi lah. Jangan buang anggaran sia-sia. Enggak masuk akal satu RW Rp600 juta," kata Ketua Komisi D Ida Mahmudah di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2019).

Ida juga mempertanyakan kenaikan anggaran ini mencapai sekitar Rp200 juta, dari tahun lalu yang sebesar Rp400 juta. "Saya bukan latar belakang sipil saja berpikir ini luar biasa kalau segitu, belum lagi dikalikan berapa RW di Jakarta," lanjut dia.

Menurut Ida, anggaran masih bisa dipangkas dengan melibatkan penggiat lingkungan maupun mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di tiap universitas, yang ia prediksi tak akan memakan anggaran besar.

"Banyak kok mahasiswa atau warga DKI yang punya kepedulian terhadap perbaikan tempat kumuh. Mereka hanya membutuhkan ada uang untuk transport atau beli pulsa. Kan harapannya jadi bagus, bersih, hijau, banyak yang mau kok," jelas Ida.

Penjelasan Pemprov DKI

Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta Barat Suharyanti menjelaskan pihaknya menginginkan penataan kampung kumuh dikaji oleh tenaga ahli. Tenaga tersebut terdiri dari lima golongan tiap RW, yakni planologi, sipil, arsitek, sosial-ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat.

"Pekerjaannya mengkaji kehidupan masyarakat di sana selama 24 jam, memerhatikan, mengamati kebiasaan dari masyarakat, serta mencari aspirasi dari masyarakat, apa yang mereka inginkan untuk memperbaiki lingkungannya," tutur Suharyanti.

Kemudian, jika ada RW yang memerlukan penataan, berdasarkan kajian tersebut, Pemprov DKI akan menambah tenaga fasilitator dan surveyor saja.

Di situ, ada kelanjutan perencanaan pembangunan secara detail dengan melibatkan masyarakat, pemerintah, dan komunitas. Sistem pengeksekusiannya bernama Collaborative Implementation Plan(CIP) atau pengerjaan fisik kampung.

"CAP itu baru kajian output, sampai siap untuk lelang di tahun berikutnya. Di tahun berikutnya kita kembangkan jadi CIP. Kita bisa ngerjain dari Dinas Bina Marga dan Dinas SDA," kata Suharyanti.

Nah, dalam eksekusi penataan, Pemprov DKI membutuhkan anggaran lain di luar biaya kajian Rp556 juta.

"Anggarannya beda lagi. Kita ancer-ancer, input anggaran pada masing-masing RW kurang lebih Rp5 miliar. Tiap RW beda-beda, tergantung kondiis eksisting di lapangan. Misalnya, CIP di Kelurahan Kapuk untuk 6 RW sebesar Rp20 miliar," tutup dia.

 

Rekomendasi