Babak Baru Kasus First Travel

| 18 Nov 2019 10:17
Babak Baru Kasus First Travel
Terdakwa First Travel (era.id)
Jakarta, era.id - Korban penipuan agen travel umrah First Travel nampaknya mempunyai secercah harapan saat ini. Pasalnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin berjanji akan mengkaji langkah hukum lain agar uang calon jemaah umrah bisa kembali.

Burhanuddin mengatakan, meskipun kasasi MA telah menetapkan aset sitaan akan dilelang dan disita negara, namun ia mengatakan seharusnya aset itu dikembalikan kepada korban yang diperkirakan mencapai 63 ribu jemaah itu dan menilai putusan itu menjadi masalah baru.

"Padahal kami tuntutannya (aset barang bukti) dikembalikan kepada korban, putusan itu kan jadi masalah," kata Burhanuddin di Bandung, Minggu (17/11).

Dalam perkara First travel, jaksa menerapkan Pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan, Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat 1 KUH Pidana tentang penipuan secara bersama-sama serta Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pasal 378 dan 372 KUH Pidana yang diterapkan jaksa itu mengacu kepada fakta bahwa para jemaah gagal berangkat umrah meski sudah membayar sejumlah uang. Dari perkara tersebut, diketahui uang tersebut digunakan oleh bos First Travel untuk belanja barang-barang mewah.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis terhadap Direktur First Travel, Andika Surachman dan istrinya Anniesa Hasibuan dihukum masing-masing 20 tahun dan 18 tahun penjara. Adapun Direktur Keuangan First Travel, Kiki Hasibuan dihukum 15 tahun penjara.

Pada Mei 2018, Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Depok pada pasangan Andika-Anniesa Hasibuan. Tak hanya dihukum penjara, Andika dan Anniesa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp10 miliar.

Permasalahan itu dimulai dari putusan tingkat kasasi di MA yang menetapkan bahwa seluruh aset bos First Travel, Andika Surrachman dan Annisa Hasibuan itu bukan dikembalikan ke jemaah, melainkan dirampas oleh negara.

Burhanuddin mengatakan, pihaknya sedang membahas permasalahan tersebut dan sedang mencari upaya hukum lain yang bisa ditempuh, karena putusan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap.

"Justru itu sedang kami bahas. Upaya hukum apa yang bisa kembali dilakukan," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Depok Yudi Triadi menjelaskan bahwa negara tidak dirugikan dari kasus penipuan First Travel, namun pencucian uang yang didapatkan pemilik agen dari para korban telah diputuskan akan dirampas untuk negara.

Kata Yudi, majelis hakim mempertimbangkan pengembalian aset kepada para korban berpotensi menimbulkan konflik, maka diputuskan diambil alih oleh negara.

"Dari pada ini uang jadi konflik di masyarakat, akhirnya diputuskan agar uang tersebut diambil negara," ujar Yudi, Jumat (15/11).

Yudi meminta agar jamaah korban First Travel mengikhlaskan uangnya dan pahala umrahnya sudah tercatat sebagai pahala di ajaran Islam. Ia menambahkan uang hasil lelang yang diberikan kepada negara akan digunakan untuk kepentingan umat.

"Kalau mereka sudah niat umrah tapi diakalin, sudah sama pahalanya kalau di agama Islam," kata Yudi.

Pernyataan Yudi ini menambah berang para korban, pengacara korban First Travel, TM Luthfi Yazid mengaku keberatan dengan pernyataan tersebut. Ia menilai pernyataan Yudi itu tidak mempunyai dasar hukum.

"Pertanyaannya, dimana letak keadilan (substantive justice) bagi para jemaah? Dimana tanggung jawab konstitusional negara dalam memberikan perlindungan atas hak-hak fundamental warganya dalam menjalankan aktivitas keagamaannya, dalam hal ini melaksanakan umrah?" ujar Lutfhi melalui keterangan tertulisnya.

Ia mengatakan jika tidak ingin ada konflik, maka harus ada solusi agar uang korban jamaah yang disetor ke First Travel sekitar Rp900 milliar dapat dikembalikan atau para jemaah tetap diberangkatkan umrah.

Hal itu merujuk pada Surat Keputusan Menteri Agama No 589 Tahun 2017 yang pada intinya menyebutkan bahwa jemaah wajib dikembalikan atau jamaah wajib diberangkatkan ke Tanah Suci untuk umrah.

"Oleh sebab itu kami menyampaikan surat keberatan atas proses dan pelaksanaan lelang terhadap aset First Travel dan surat keberatan ini, sekaligus sebagai somasi agar tahapan atau proses pelaksanaan lelang tidak diteruskan guna menghindari adanya akibat dan langkah-langkah hukum di kemudian hari," papar Luthfi.

 

Rekomendasi