Kata Tito, OTT Kepala Daerah Bukan Prestasi Membanggakan

| 18 Nov 2019 16:00
Kata Tito, OTT Kepala Daerah Bukan Prestasi Membanggakan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. (Gabriella Thesa/era.id)
Jakarta, era.id - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kembali angkat bicara perihal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung, yang menurutnya berbiaya tinggi dan berpotensi bagi kepala daerah terpilih untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga, menurut Tito, jika ada operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah hal tersebut bukanlah suatu prestasi yang membanggakan.

"Politik biaya tinggi, kita untuk calon kepala daerah bagi saya yang mantan penegak hukum, OTT kepala daerah bukan prestasi yang hebat," ujar Tito di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).

Baca Juga : Bagaimana UU KPK Berdampak pada OTT di Masa Mendatang

Sejak berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Oktober 2019, KPK seakan sepi dari aktivitas penyidikan apalagi OTT. Operasi senyap terakhir yang dilakukan lembaga antirasuah adalah sebelum UU KPK baru berlaku yakni OTT terhadap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin pada 16 Oktober malam.

Tito mengatakan biaya politik yang tinggi dalam Pilkada biasanya digunakan untuk kebutuhan teknis dan non-teknis seperti kampanye maupun biaya saksi. Hal itu langsung ia bandingkan dengan pendapatan kepala daerah yang didapatkan.

Mantan Kapolri ini juga menambahkan, ia tak menutup mata bahwa biaya politik yang dikeluarkan untuk maju sebagai kepala daerah di Pilkada langsung, sangat tinggi. Mulai dari APBN dan APBD yang dikeluarkan pemerintah, hingga biaya politik yang dikeluarkan calon demi mendapat kendaraan politik dari partai.

Baca Juga : Mendagri Soroti Biaya Politik Tinggi Akibat Pilkada Langsung

"Ini dari empirik saja, untuk jadi kepala daerah, untuk jadi bupati kalau enggak punya Rp30 M, enggak berani. Gubernur lebih lagi. Kalau ada yang mengatakan enggak bayar, nol persen, saya pengin ketemu orangnya," kata Tito.

"Jadi kita sudah menciptakan sistem yang membuat kepala daerah itu tetap korupsi. Kalau enggak ada ya memang tidak melakukan itu kita sangat bersyukur," tambah Tito.

Melihat kenyataan di lapangan seperti itu, maka Tito mengusulkan untuk melakukan evaluasi terhadap Pilkada langsung. Ia mengaku sudah melakukan kajian dengan meminta Balitbang membuat Index Democracy Maturity (IDM) per daerah dan meminta BPS meminta indikator-indikatornya.

Baca Juga : Undang-Undang Berlaku, KPK Belum Beraksi Lagi

Ia mengatakan setelah kajian selesai, di daerah dengan IDM Tinggi, bisa dilakukan Pilkada langsung. "Saya tidak mengatakan kembali ke DPRD, tapi evaluasi dampak positif dan negatif Pilkada langsung. Dan jawabannya, evaluasi dengan kajian akademik," kata Tito.

Rekomendasi