"Tren memberikan vonis ringan bagi pelaku korupsi rasanya masih sering terjadi. ICW mencatat sepanjang tahun 2018 saja rata-rata hukum terhadap pelaku korupsi hanya menyentuh 2 tahun 5 bulan penjara. Jadi cita-cita negara ingin memberikan efek jera bagi pelaku korupsi masih jauh dari harapan," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/12/2019).
Kurnia mencontohkan kabulnya kasasi terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham. Vonis Idrus Marham yang semula 5 tahun penjara, disunat Mahkamah Agung (MA) menjadi 2 tahun. Pemotongan masa hukuman ini, disebut akan berpengaruh terhadap citra para 'Wakil Tuhan'.
"Tak salah jika banyak pihak menilai pengurangan hukuman bagi Idrus Marham dipastikan akan meruntuhkan citra MA di mata publik," sambungnya.
Padahal Idrus terbukti menerima suap Rp 2,25 miliar dalam dua tingkat peradilan sebelumnya. Bahkan, pada tingkat banding, hukuman Idrus diperberat menjadi 5 tahun. Tapi malah 'didiskon' di tingkat kasasi. Kurnia juga menyoroti putusan bebas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun.
ICW menilai MA masih belum berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi. Buktinya, seratus narapidana kasus korupsi dibebaskan MA sepanjang 2007-2018. "ICW mencatat setidaknya ada 101 narapidana kasus korupsi dibebaskan oleh MA," kata Kurnia.
Kurnia meminta MA berbenah. Perspektif terkait kejahatan korupsi juga harus sama di mata para Hakim Agung.
"Semestinya jika seseorang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan korupsi tidak ada lagi pengurangan-pengurangan hukuman. Bahkan akan lebih baik jika diberikan hukuman maksimal," ucapnya.