Ambivalen Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati Koruptor

| 10 Dec 2019 15:21
Ambivalen Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati Koruptor
Presiden Jokowi (Biro Pers Setpres)
Jakarta, era.id - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai ucapan Presiden Joko Widodo tentang hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi cuma retorika. 

Anggota Fraksi PKS itu menyebut pernyataan Jokowi bertolak belakang dengan sikapnya yang memberikan grasi kepada napi korupsi eks Gubernur Riau Annas Maamun.

"Presiden jangan hanya retorika saja, ya jangan mengatakan terkait hukuman mati tetapi dia mengoreksi terkait dengan pemberian grasi terhadap terpidana korupsi dan lainnya. Presiden (harusnya) konsisten," kata Nasir di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Nasir juga menilai Jokowi keliru jika mengatakan hukuman mati adalah kehendak masyarakat. Sebabnya, soal hukuman mati sudah diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Ia mengatakan ada dua kondisi yang layak bagi koruptor dijatuhi hukuman mati, salah satunya seperti yang disebutkan Jokowi, yaitu hukuman mati bisa saja diberlakukan bagi pelaku korupsi dana bantuan bencana alam.

"Pertama itu ketika kondisi ekonomi kita itu sedang Krisis. Yang kedua misalnya negara dalam bencana berat penyelenggara negara misalnya melakukan korupsi di dua kondisi itu maka UU mengatakan bahwa dia layak dihukum mati," ucapnya.

Ucapan Nasir senada dengan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Dia bilang, sikap Jokowi dengan apa yang disampaikannya soal hukuman bagi koruptor berbeda.

"Ya, ini sikap ambigu atau ambivalen. Tidak jelas arahnya," kata Fickar kepada wartawan.

Menurutnya, sikap ambigu ini juga tercermin dari keputusan yang diambil oleh Jokowi sebelumnya. Termasuk, soal komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.

"Jangan-jangan, komitmen (Jokowi) terhadap pemberantasan korupsi pun begitu. Buktinya, Pak Jokowi setuju UU KPK direvisi dan KPK dilemahkan," cetusnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan hukuman mati bisa saja diberlakukan bagi pelaku tindak pidana korupsi atau tipikor, khususnya untuk korupsi bencana alam.

"Kalau korupsi bencana alam, dimungkinkan. Kalau nggak, tidak. Misalnya ada gempa, tsunami, di Aceh atau di NTB kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa (dihukum mati)," ujar Jokowi di SMKN 57, Jakarta, Senin (9/12).

 

Rekomendasi