Keraton Agung Sejagat di Purworejo yang Halu Ingin Menguasai Dunia

| 14 Jan 2020 13:03
Keraton Agung Sejagat di Purworejo yang <i>Halu</i> Ingin Menguasai Dunia
Keraton Agung Sejagat. (Foto: Istimewa)
Jakarta, era.id - Nama Keraton Agung Sejagat mendadak dikenal publik, setelah video mereka yang mengadakan acara Wilujengan dan Kirab Budaya viral di media sosial. Berdasarkan informasi, pengikut dari Keraton Agung Sejagat ini mencapai sekitar 450 orang.

Keraton Agung Sejagat, dipimpin oleh seseorang yang dipanggil Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu yang memiliki nama Dyah Gitarja.

Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan bahwa Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.

Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.

 

Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang Barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518

Joyodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan Barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II dan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

Motif pendirian Keraton Agung Sejagat

Kepolisian masih mendalami motif di balik berdirinya Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

"Kami ingin mengetahui motif apa di balik deklarasi kraton tersebut," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol.Rycko Amelza Dahniel di Semarang, seperti dikutip Antara, Selasa (14/1/2020).

Menurut dia, jajaran intelijen dan reserse kriminal umum telah diterjunkan untuk mengumpulkan data-data berkaitan dengan keraton pimpinan Totok Santosa Hadiningrat tersebut.

Pengumpulan data tersebut, lanjut dia, berkaitan dengan profil sekaligus aspek legalitasnya. "Negara kita adalah negara hukum. Pertama-tama kita akan mempelajari aspek legalitas," katanya.

Kemudian, kata dia, aspek sosial kultural, termasuk kesejarahan.