Warga Kalsel Sulap Purun Jadi Sedotan, Diekspor ke Belanda

| 24 Jan 2020 18:18
Warga Kalsel Sulap Purun Jadi Sedotan, Diekspor ke Belanda
Seorang perajin menunjukkan sedotan minuman yang terbuat dari tanaman purun (tumbuhan rawa). (Foto: Antara)
Jakarta, era.id - Sedotan berbahan non-plastik semakin populer di Indonesia, seiring dengan makin meluasnya gerakan anti-sedotan plastik. Berbagai restoran, kafe, hingga hotel perlahan mulai meninggalkan sedotan plastik dan menggantinya dengan sedotan stainless, bambu, hingga kertas.

Peluang ini pun dilirik Supian Nor, perajin asal Desa Banyu Hirang, Amuntai Selatan, Banjarmasin, untuk menciptakan sedotan non-plastik. Yang menarik, sedotan yang diciptakannya bukan berbahan dasar stainless, bambu, atau kertas, melainkan terbuat dari eceng gondok dan purun (Tumbuhan rawa).

Untuk diketahui, purun (Lepironia articulata) menjadi salah satu bahan alternatif pengganti sedotan plastik yang mulai dilirik orang sejak diperkenalkan oleh Tran Minh, pria asal Vietnam awal tahun lalu. 

Supian yang sudah 10 tahun lebih menggeluti bidang usaha kerajinan tangan ini mengatakan, pihaknya mendapat pesanan 100 ribu batang sedotan purun per bulan dari Belanda. Namun sayang, mereka belum bisa memasok langsung ke Belanda karena hanya mampu memproduksi 100 ribu batang dalam dua bulan.

"Produk kami ini dibawa ke pihak ketiga di Bali dulu. Dari Bali baru dikirim ke Belanda. Kami belum siap untuk kirim sendiri ke Belanda," kata dia, seperti dikutip Antara, Jumat (24/1/2020).

Ia juga mengaku masih akan mempelajari teknik pemotongan dan menambah tenaga kerja untuk bisa meningkatkan produksi, karena tidak mungkin ia menghentikan pengerjaan pesanan produk lain yang sudah masuk.

Pembuatan sedotan tersebut harus sesuai ukuran panjangnya, tidak cacat, lubang bulat dan kering serta bersih.

Untuk memotong purun yang sudah diproses melalui pengeringan, ia harus menggunakan pisau silet agar irisan rapi dan tidak pecah. Itu pun harus dikerjakan satu persatu supaya tidak pecah.

Sisa potongan purun ini kemudian bisa diolah lagi menjadi berbagai bentuk seperti dompet atau dimanfaatkan sebagai hiasan rumah.

Produk sedotan purun ini dijual dengan harga Rp20 ribu per pak isi 100 batang. Memang lebih mahal dibanding sedotan plastik, namun keuntungan jangka panjangnya tentu lebih banyak terutama untuk penyelamatan lingkungan.

Mengutip data dari Ocean Conservancy, sampah sedotan plastik sekali pakai merupakan satu dari 10 jenis sampah yang paling sering ditemukan di pantai dan lautan dunia setelah kantong plastik kemasan dan beberapa jenis sampah lainnya.

Di Indonesia, menurut data asumsi kasar yang berhasil dikumpulkan oleh tim Divers Clean Action, pemakaian sedotan sekali pakai diperkirakan mencapai 93.244.847 setiap hari.

Rekomendasi