Arief terbukti dua kali melakukan pelanggaran kode etik dan dijatuhi sanksi oleh Dewan Etik MK. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu menyalahi Kode Etik Hakim Konstitusi yang diatur dalam Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006.
"Ini merupakan bentuk demoralisasi MK. Di MK sedang terjadi pergeseran moral yang luar biasa. Kita (masyarakat sipil) tidak punya kewenangan untuk melakukan pengawasan pada mereka," kata Busyro di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2018).
Pelanggaran etik pertama dilakukan Arief saat mengirimkan surat pengantar atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung agar memberi perlakuan istimewa kepada seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Trenggalek yang diaku Arief sebagai saudaranya. Kedua, November 2017 lalu Arief terbukti melanggar etik ringan karena bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR.
Meski banyak desakan mundur, Arief tetap menolaknya. Busyro pun menyayangkan sikap Arief dan menganggap perilakunya bukan cerminan dari sikap negarawan yang memahami kosntitusi dan menjunjung nilai-nilai demokrasi.
Busyro menambahkan, keputusan Arief untuk menafikan dorongan publik yang memintanya mundur bukan hanya tidak dapat diterima, tetapi juga merugikan MK sebagai lembaga negara.
"Kasus pelanggaran kode etik oleh Arief Hidayat ini merupakan tragedi MK yang tidak bisa ditoleransi lagi. Sudah cukup dua pimpinan MK sebelumnya mencoreng nama baik MK," tegas Busyro.
Mantan komisioner KPK ini melanjutkan, tindakan Arief juga mencemari hakim konstitusi yang sebenarnya masih punya moralitas konstitualisme. Menurut Busyro lagi, sikap menolak mundur dari jabatan ketua MK itu menggambarkan Arief tak mau diawasi.
"Arief Hidayat punya sikap yang merendahkan hak kontrol. Sikap tidak etis ini dikhawatirkan nanti kalau yang bersangkutan tidak mundur apakah masyarakat tidak khawatir?" katanya.
Kekhawatiran ini muncul karena tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik. Di mana, MK akan menangani masalah sengketa pemilu.
"Kalau tidak ada penyelesaian dari MK kami khawatir potensi terjadinya sengketa besar," ucap dia.
Oleh karenanya, Busyro menggarisbawahi supaya MK segera mengambil langkah. Ia menganjurkan kepada sembilan hakim MK untuk segera mengambil keputusan kolektif kolegial.
"Beliau (Arief Hidayat) sudah terbukti menodai (demokrasi). Lebih cepat mundur lebih bagus, hormatilah hak moral masyarakat," kata Busyro.