Menurutnya, terjadi kesimpangsiuran informasi soal rencana kepulangan WNI. Pemerintah sebelumnya hanya mendapatkan informasi dari lembaga kemanusiaan internasional bahwa ada sekitar 680 WNI yang berada di kamp-kamp pengungsian di Suriah.
"Itu kan hanya laporan, bahwa ada itu (WNI). Lalu ada isu-isu mereka ingin pulang. Siapa? ndak ada, kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Mahfud mengatakan bahwa eks kombatan ISIS asal Indonesia itu selalu menghindar, tak pernah lapor ke kedutaan bahkan tak mengakui dirinya lagi sebagai WNI. "Itu dapat dari Palang merah Internasional, CIA, cuma gitu-gitu. Mereka kan menghindar dari kita," sambungnya.
Menurut dia, WNI eks simpatisan ISIS itu tidak pernah berkomunikasi dengan pemerintah. Keberadaan mereka di luar negeri justru ditemukan pihak luar.
"Mereka kan tidak lapor. Hanya ditemukan oleh orang luar. Yang menemukan kan CIA, ICRC. 'Ini ada orang Indonesia'. Kita juga enggak tahu apanya. Paspornya udah dibakar, terus mau diapain. Kalau kamu jadi pemerintah mau diapain kira-kira? Enggak bisa kan. Ya, dibiarin aja. Enggak bisa dipulangkan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) juga sudah ke Suriah, tapi gagal menemui para WNI yang sebagian besar wanita dan anak-anak itu.
"BNPT sudah ke sana, kita sudah ke sana. Hanya ketemu sumber-sumber otoritas resmi saja. Di situ ada ini katanya. Akan tetapi, orangnya enggak pernah menampakkan juga," kata Mahfud.
Sebelumnya, wacana pemulangan WNI yang mayoritas wanita dan anak-anak itu digulirkan Menteri Agama Fachrul Razi. "Sekarang mereka terlantar di sana dan karena kepentingan kemanusiaan minta dikembalikan ke Indonesia itu termasuk kewajiban kita bersama untuk mengawasinya dan membinanya. Mudah-mudahan mereka bisa kembali menjadi warga negara Indonesia yang baik," ujar Fachrul dalam pidato sambutannya di acara Deklarasi Organisasi Kemasyarakatan Pejuang Bravo Lima (PBL), Discovery Ancol Hotel, Jakarta Utara pada, Sabtu (1/2).