Pesan Penggali Kubur yang Berharap Tak Ada Penolakan untuk Jenazah COVID-19

| 13 Apr 2020 15:25
Pesan Penggali Kubur yang Berharap Tak Ada Penolakan untuk Jenazah COVID-19
Penggali kubur jenazah COVID-19 di TPU Cikadut, Bandung. (Dok. Pemprov Jabar)
Bandung, era.id - Beni Subakti cuma masyarakat biasa. Dia tak pernah berinteraksi dengan orang yang tertular virus korona baru, apalagi melakukan perjalanan ke luar negeri. Tapi sudah dua kali Beni ikut rapid test COVID-19. Beruntung semua hasilnya negatif.

Rapid test yang dilakukan Beni bukan tanpa sebab. Beberapa hari belakangan, Beni kebanjiran job menguburkan jenazah yang tertular virus korona baru. Hingga saat ini, TPU Cikadut Bandung, tempatnya bekerja sudah 15 kali memakamkan jenazah COVID-19.

Pekerjaan penuh risiko ini bukan mulus-mulus saja dijalani. Beni pernah dihinggapi rasa takut karena harus menguburkan jenazah COVID-19, kendati sudah dinyatakan aman sesuai standar medis.

"Memang lebih pada melawan ketakutan pada diri sendiri yang berat. Pertama pemakaman itu takut, jarak dua hari kepikiran terus, mau pulang ke rumah juga takut. Mau nyamperin orang juga takut. Tapi setelah beberapa hari kemudian baru tenang. Dipikir-pikir kita juga sebagai muslim masih ada Allah dan dijaga imun kita tetap kuat," ungkap Beni, Minggu (13/4).

Tak sembarangan dalam menjalankan tugas, Beni bersama rekannya sesama penggali kubur juga dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD). Mulai dari masker, baju hazmat yang didobel dengan jas plastik, kacamata, hingga hand sanitizer. Begitu selesai pemakaman, semua APD juga disemprot dengan disinfektan.

Satu pemakaman jenazah COVID-19 biasanya memerlukan 18 petugas. 12 orang di antaranya bekerja menggali kubur dan sisanya sebagai petugas angkut. Pemakaman juga diikuti beberapa anggota keluarga yang didampingi aparatur pemerintahan setempat dan pihak keamanan.

Di tengah pandemi yang terus merebak, Beni beserta rekannya terus siaga melayani penguburan jenazah korona. Menurutnya, jenazah terinfeksi COVID-19 tidaklah mengerikan seperti yang dibayangkan banyak orang, sekalipun tetap harus tetap waspada.

"Kita akan selalu siap 24 jam pokoknya kalau dibutuhkan. Bagi kita mah ya ini buat tambahan ibadah saja. Insyaallah Cikadut mah aman,” kata Beni.

Beni menyayangkan di beberapa daerah di Indonesia terjadi penolakan terhadap jenazah terjangkit virus korona. Menurutnya pendemi ini justru harus disikapi dengan sisi kemanusiaan yang tinggi sebagai salah satu musibah.

Ia pun berharap tidak ada lagi penolakan terhadap jenazah COVID-19. "Pasrah sama Allah saja, tidak usah ditolak, kasihan. Kalau misalkan menimpa pada keluarga yang menolak, bagaimana rasanya? Apakah bisa terima atau tidak," tutur Beni.

Menurutnya, pemerintah tentu sudah memikirkan secara matang untuk menetapkan lokasi pemakaman bagi jenazah terjangkit COVID-19. Tak hanya itu, prosesnya pun sesuai dengan standar medis dan agama.

Beni bilang, ketimbang menolak pemakaman jenazah, masyarakat diharapkan saling membantu memutus mata rantai penyebaran COVID-19 agar tidak lagi memakan korban. Masyarakat diharap mematuhi anjuran dari pemerintah dengan diam di rumah. "Kalau tidak penting jangan dulu memaksakan keluar, karena virus ini tidak memandang umur," katanya.

Beni melanjutkan ceritanya, baru-baru ini dia memakamkan jenazah COVID-19 yang berusia 18 tahun dan 24 tahun. Mereka masih muda, tapi bisa meninggal setelah terinfeksi virus yang selama ini lebih menghantui kalangan tua. Untuk itu, dia menyarankan agar masyarakat mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap diam di rumah sebagai upaya memutus mata rantai virus ini.