Haram Nazaruddin Dapat Asimilasi

| 06 Feb 2018 06:30
Haram Nazaruddin Dapat Asimilasi
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menentang usulan asimilasi untuk terdakwa kasus korupsi Muhammad Nazaruddin dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Dia mengatakan, asimilasi itu haram diberikan kepada Nazaruddin.

"Sangat tidak tepat dan haram hukumnya," cetus Boyamin saat dihubungi era.id, Senin (5/2/2018).

Bagi Boyamin, Nazaruddin tidak layak mendapat usulan asimilasi lantaran menjadi salah satu pelaku utama kejahatan korupsi. Menurutnya, dosa bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu amat banyak dan tidak bisa dimaafkan.

"Karena dia pelaku utama korupsi, goreng anggaran dari dua sisi yaitu DPR dan pemborong, termasuk menyuap pejabat pemerintah, jadi dosanya bertumpuk-tumpuk sehingga sangat tidak layak dapat asimilasi," tutur Boyamin.

Tidak sampai situ, Boyamin mengatakan, selama di dalam penjara, Nazaruddin masih mengendalikan perusahaannya untuk mendapat keuntungan dari proyek negara.

"Akan lebih parah jika dapat asimilasi sehingga berpeluang untuk kendalikan perusahaannya dengan leluasa," lanjutnya.

Korupsi masuk dalam klasifikasi kejahatan luar biasa sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012. Selain korupsi, klasifikasi kejahatan luar biasa di antaranya, tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, hingga kejahatan transnasional terorganisasi.

Perlakuan untuk kejahatan luar biasa tentu tidak biasa pula. Sebagai contoh, untuk bisa mendapat remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat pun diperberat syaratnya. Merujuk pada PP Nomor 32 Tahun 1999 yang sudah berganti aturan ini, syaratnya itu dianggap belum adil oleh masyarakat. Sehingga salah satu syarat mendapatkan asimilasi yaitu sudah menjalani 2/3 masa tahanan.

Meski syaratnya ketat, tapi Lapas Sukamiskin mengusulkan asimilasi kepada Nazaruddin. KPK, lembaga yang menggarap berbagai kasus Nazar menyambut usulan ini. Apalagi, dia tidak berstatus tersangka atau terdakwa. Dalam artian, tidak ada lagi kasus yang menjerat Anggota Fraksi Partai Demokrat periode 2009-2014.

"Sampai dengan saat ini, untuk proses penyidikan dan penuntutan itu tidak ada. Nazarudin tidak berposisi sebagai tersangka maupun terdakwa," kata Jubir KPK Febri Diansyah, Jumat (2/2).

Di KPK, Nazaruddin terjerat dua kasus. Yang pertama kasus suap wisma atlet, Nazaruddin terbukti menerima Rp4,6 miliar dari bekas Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Vonis akhir yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) adalah 7 tahun dan denda Rp 300 juta. Sedangkan kasus kedua soal pencucian uang, dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Buat KPK, kasus pencucian uang Nazaruddin ini bagian dari strategi. KPK sadar, Nazaruddin tidak bermain hanya dalam satu atau dua kasus saja. Nah, pemberlakuan pencucian uang jadi pintu masuk KPK ke banyak kasus hanya dalam sekali pukul.

"Tindak pidana pencucian uang itu kita tangani meskipun satu berkas tapi berasal dari banyak proyek jadi hasil tindak pidana itu yang menjadi concern kita dan sudah terbukti," jelas Febri.

Bagi KPK, status justice collaborator yang dipegang Nazaruddin juga sejatinya tidak otomatis bikin dia lebih mudah mendapat asimilasi.

"Yang mensyaratkan posisi sebagai justice collaborator adalah pembebasan bersyarat atau remisi pemotongan masa tahanan," jelas Febri.

Jadi tidaknya Nazaruddin, dengan segudang kasus korupsi, mendapat asimilasi ada di tangan KPK. Pihak Ditjen PAS harus mendapat rekomendasi dari KPK dulu sebelum dilanjutkan ke Kemenkum HAM.

Rekomendasi