Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman didampingi Fitri Hari (moderator) menyampaikan hal itu dalam video conference di Jakarta, Sabtu (30/5/2020), mengatakan riset lembaganya dilakukan secara kualitatif yaitu data sekunder periode. Tiga sumber data yang digunakan yaitu data Gugus Tugas, data Worldmeter dan data WHO.
Dengan demikian, kata Ikrama, Indonesia bisa kembali bekerja secara bertahap di 158 wilayah, dari Aceh hingga Papua. Sebagian wilayah tersebut telah siap untuk masuk era normal baru, warga kembali bekerja dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan yang ketat.
"Sektor bisnis berskala besar maupun bisnis kecil menengah dapat kembali beroperasi dengan panduan kesehatan di tempat kerja masing-masing. Indonesia mampu memulihkan ekonomi lebih cepat dan menghindari melonjaknya kasus baru yang terpapar virus korona," tuturnya.
Masloman mengatakan, lembaga surveinya menyimpulkan lima alasan yang menjadi pertimbangan Indonesia bisa kembali bekerja pada 5 Juni 2020, yaitu pertama, wilayah yang dibuka adalah wilayah yang penyebaran virus koronanya nisbi terkontrol.
Dari riset yang dilakukan LSI Denny JA, ada 158 wilayah di Indonesia yang siap untuk bekerja kembali. Dari 158 wilayah tersebut terdiri dari tiga gabungan kategori wilayah. Yaitu pertama, 124 wilayah Indonesia yang sejak awal pandemik COVID-19 masuk ke Indonesia hingga saat ini belum ada laporan warganya terpapar virus korona.
Selanjutnya sebanyak 33 wilayah Indonesia yang tercatat punya kasus COVID-19 dan telah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun secara umum, pascamemberlakukan PSBB, penyebaran virus di wilayah tersebut nisbi terkontrol dan masa PSBBnya di wilayah tersebut berakhir pada 5 Juni 2020.
Provinsi Bali adalah wilayah yang mampu mengontrol penyebaran virus korona meskipun tanpa memberlakukan PSBB. Oleh karena itu, Bali melengkapi wilayah lain sehingga menjadi total 158 wilayah yang siap bekerja kembali pada 5 Juni 2020.
Alasan kedua, yaitu strategi penanganan COVID-19 lewat kebijakan PSBB, masyarakat diminta tetap di rumah, dan pemerintah secara aktif melakukan kontrol terhadap penyebaran virus. Melakukan tes virus terhadap mereka yang punya gejala (testing), melacak sejarah kontak (contact tracing), dan melakukan perawatan.
Melalui strategi PSBB bahwa kontrol penyebaran virus secara aktif dilakukan oleh level organisasi paling bawah yang bersentuhan dengan masyarakat yaitu RT/RW ataupun desa. Sehingga tak perlu lagi menutup wilayah atau kota yang lebih luas.
Alasan ketiga, Indonesia perlu harus menjaga pertumbuhan ekonomi dan menjaga keseimbangan antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi. Para ekonom telah menunjukkan bahwa pandemik COVID-19 juga ikut memperburuk kondisi ekonomi.
Alasan keempat, bekerja kembali dengan protokol kesehatan yang ketat. Penyebaran virus korona dapat dikontrol secara efektif jika vaksinnya telah ditemukan yang menunggu waktu 12-18 bulan. Di Indonesia, pemerintah melalui Balitbangkes dibantu sejumlah universitas dan lembaga swasta mulai melakukan pengembangan vaksin sendiri. Dan jika berhasil baru tersedia di tahun 2022.
Alasan kelima, Indonesia tidak sendiri, negara tetangga juga sudah lebih dulu membuka ekonomi. Banyak negara di dunia telah melonggarkan pembatasan-pembatasan aktivitas di ruang publik dan membuka kembali aktivitas ekonominya.
"Artinya membuka ekonomi di saat pandemik belum selesai telah dilakukan berbagai negara di dunia. Jika Indonesia memutuskan untuk serentak membuka aktivitas ekonomi di 158 wilayah pada 5 Juni 2020, maka keputusan tersebut didasarkan pada data perkembangan kasus, perubahan strategi, dan pengalaman negara-negara lain," papar Ikrama.