Survei: Kondisi Ekonomi Memburuk Akibat Korona

| 08 Jun 2020 08:42
Survei: Kondisi Ekonomi Memburuk Akibat Korona
Burhanudin Muhtadi (Dok. Indikator)
Jakarta, era.id - Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei mengenai dampak COVID-19 terhadap ekonomi nasional. Hasilnya, sebanyak 57,6 persen responden menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini buruk. Sedangkan 23,4 persen menilai kondisi ekonomi sangat buruk.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, responden menilai, sejak COVID-19 mewabah, kondisi ekonomi saat ini adalah yang terburuk sejak tahun 2004.

"Jadi ada peningkatan tajam sekali di bulan Mei, di mana masyarakat melihat secara gelap gulita kondisi ekonomi nasional kita sekarang," ujar Burhanuddin dalam rilis survei secara virtual, Minggu (7/6).

Hasil tersebut dinilai tidak terlalu mengejutkan. Sebab, sentimen negatif itu naik tajam di bulan Februari, yakni sebanyak lebih dari 80 persen.

Selain ekonomi secara nasional, Indikator juga menilai mayoritas reponden merasakan dampak ekonomi secara langsung di sektor rumah tangga. Sebanyak 83,7 persen responden menilai kondisi ekonomi rumah tangga saat ini lebih buruk atau jauh lebih buruk dibandingkan tahun lalu.

"Dibandingkan tahun lalu. Penilaian ini jauh meningkat dibandingkan survei pada Februari lalu ketika hanya sekitar 22 persen yang menilai demikian," kata dia.

Sebanyak 89 presen responden, kata Burhanuddin, juga menjawab bahwa pendapatan kotor rumah tangga mereka saat ini menurun. Penurunan ini dirasakan cukup merata di semua kategori sosiodemografis.

Akan tetapi, berdasarkan jenjang pendidikan, tampak pola yang menunjukkan bahwa warga berpendidikan SLTA ke bawah lebih banyak yang merasakan penurunan, sementara warga berpendidikan tinggi lebih sedikit merasakan penurunan.

"Dalam tiga bulan terakhir, jawaban “menurun” ini mengalami tren peningkatan yang tajam," katanya.

Masyarakat Perlu Bansos

Untuk mengakali masalah ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat wabah virus korona, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti bantuan sosial hingga Kartu Prakerja. 

Namun, hasil survei Indikator menunjukan mayoritas responden tidak setuju anggaran Kartu Prakerja digunakan untuk pelatihan daring. Masyarakat lebih memilih sembako serta bantuan uang tunai dibandingkan pelatihan daring.

Sebesar 48,9 persen responden menyatakan tidak setuju kartu prakerja digunakan untuk pelatihan daring. Sementara yang setuju mencapai angka 29,8 persen. 21,4 persen responden tidak menjawab.

"Sebagian besar tidak setuju sebagian dana di kartu prakerja digunakan untuk pelatihan online," kata Burhanuddin.

Dari 48,9 persen yang tidak setuju, sebagian besar menyatakan lebih baik dana program Kartu Prakerja untuk sembako dan bantuan tunai. Sebanyak 34 persen menilai lebih baik untuk sembako, 32,3 persen menilai lebih membutuhkan bantuan tunai.

Sedangkan 60,7 persen reponden meminta pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan. Sementara, 33,9 persen lainnya meminta memprioritaskan perekonomian di tengah pandemi.

"Mayoritas setuju kesehatan, tapi ada proporsi 1/3 meminta ekonomi diprioritaskan," pungkasnya.

Survei ini dilakukan pada 16-18 Mei 2020 lalu dengan responden sebanyak 1.200 responden yang dipilih secara acak.  Para responden diwawancarai via telepon. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden dengan margin of error sekitar ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

Rekomendasi