"Narapidana atas nama Muhammad Nazaruddin, S.E, telah ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice colaborator) oleh KPK berdasarkan Surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 09 Juni 2014 perihal surat keterangan atas nama Muhammad Nazaruddin dan Surat Nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017, perihal permohonan keterangan telah bekerja sama dengan penegak hukum atas nama Mohammad Nazaruddin," jelas Humas Ditjen PAS, Rika Aprianti, Selasa (17/6/2020).
Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC terhadap bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Justice collaborator adalah pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Ali menjelaskan KPK pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017 menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M Nazaruddin karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Selanjutnya, perkara pengadaan KTP-elektronik di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum serta atas dasar M Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas Negara.
"Dengan demikian surat keterangan bekerja sama tersebut menegaskan bahwa pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M Nazaruddin sebagai JC," ungkap Ali.
Ia juga mengungkapan dua surat keterangan bekerja sama tersebut diterbitkan saat dua perkara yang menjerat M Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Lebih lanjut, ia mengatakan KPK juga beberapa kali telah menolak untuk memberikan rekomendasi sebagai persyaratan asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat yang diajukan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, M Nazaruddin maupun penasehat hukumnya, yaitu pada Februari 2018, Oktober 2018, dan Oktober 2019.
"Oleh karenanya, KPK berharap pihak Ditjen Pemasyarakatan untuk lebih selektif dalam memberikan hak binaan terhadap napi koruptor mengingat dampak dahsyat dari korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat," kata Ali.
M Nazaruddin sebelumnya dalam perkara korupsi wisma atlet telah divonis penjara selama 7 tahun sedangkan perkara yang kedua, yaitu suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan vonis hukuman penjara selama 6 tahun.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Abdul Aris mengatakan pemberian remisi 4 tahun lebih bagi M Nazaruddin sudah sesuai dengan ketentuan.