Rapid Test Impor VS Buatan Dalam Negeri

| 08 Jul 2020 14:15
Rapid Test Impor VS Buatan Dalam Negeri
Rapid test (Humas jabar)
Jakarta, era.id - Presiden Jokowi telah meminta pada para menterinya agar pengadaan rapid test dan polymerase chain reaction (PCR) diprioritaskan sebulan setelah kasus pertama COVID-19 masuk ke Indonesia. Kementerian dan pemerintah daerah juga dimiinta untuk gencar melakukan rapid test.

Kementerian perdagangan pun membuka pintu lebih lebar bagi impor alat kesehatan termasuk  

rapid test. Permasalahannya, pengadaan rapid test tak selalu 'mulus'. Sebab Indonesia masih  

mengimpor rapid test tersebut. Perusahaan farmasi pelat merah seperti PT. Kimia Farma Tbk  

(KAEF) saja harus mengalami sejumlah kendala.

Kimia Farma semula mengimpor alat rapid test COVID-19 Biozek dari perusahaan Belanda. Rapid 

test Biozek diimpor dari Inzek Internationl Trading BV Belanda. Belakangan, Organized Crime and Corruption Reporting Project bersama sejumlah media lintas negara menemukan hal  

mengejutkan.

Ternyata rapid test Biozek tak dibuat di Belanda, tapi China. Belanda hanya mengklaim merek 

rapid test tersebut. Belum lagi muncul temuan tingkat keakuratan Biozek yang rendah. Akibat 

hal ini, melalui siaran persnya, Kimia Farma mengumumkan telah menghentikan sementara  

distribusi alat rapid test Biozek pada 14 Mei 2020.

"Kimia Farma telah melakukan langkah-langkah yakni meminta kepda Inzek International  

Trading BV Belanda atas pemberitaan tersebut dan melakukan penghentian sementara distribusi  

rapid test sambil menunggu hasil klarifikasi dari produsen," dikutip dari manajemen Kimia  

Farma dalam siaran persnya.

Infografik (Ilham/era.id)

Kabar baiknya, BPPT akan meluncurkan rapid diagnostic test (RDT) buatannya sendiri. Mereka memiliki RDT berbasis antibodi dan antigen. Melalui siaran persnya, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengklaim RDT buatan anak bangsa ini lebih sensitif dibandingkan test kit impor. Sebab saat pembuatannya mereka menggunakan  

strain virus dari orang Indonesia. 

"Saat ini progres pengembangan kedu tipe RDT kit masih dalam tahap desain dan akan duji  

validasi dengan menggunakan isolat RNA, yang dimiliki Badan Penelitian dan Pengembangan  

Kesehatan Kemenkes dan juga LBM Eijkman," kata Hammam dalam siaran persnya. 

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melkiades Laka Lena berkomentar terkait pengadaan rapid test yang masih impor dengan akurasi rendah. Menurutnya, rapid test dengan  

akurasi yang baik sesuai rekomendasi Kementerian kesehatan.

"PCR atau TCM yang lebih akurat dibanding rapid test. Kita masih butuh waktu, jikalau alat  

PCR dan TCM sudah tersedia dengan jumlah cukup di seantero negeri maka penggunaan rapid  

test pelan pelan dikurangi bahkan disetop," kata Melki saat dihubungi era.id, Senin  

(6/7/2020).

Ia menambahkan selama PCR belum tersedia dalam jumlah cukup di penjuru nusantara,  

penggunaan rapid test yang mempunyai akurasi baik sesuai rekomendasi Kemenkes tetap bisa  

dilakukan dalam kondisi New Normal saat ini. 

"Sehingga pencegahan dan tracing bisa dilakukan secara pararel dengan penggunaan PCR atau  

TCM saat ini yang terus ditingkatkan pemerintah," kata Melki.

Adapun rapid test, ia melanjutkan harus sesuai rekomendasi Kemenkes dan diberi batas harga  

maksimal oleh pemerintah. Harga harus diatur wajar dan tidak memberatkan masyarakat. 

"Apalagi ada rapid test dan PCR produksi dalam negeri yang sesuai lolos rekomendasi  

Kemenkes harganya jauh lebih murah harus diprioritaskan untuk dipakai secara massal dan  

masif di seluruh Indonesia dalam pengendalian COVID-19 di tanah air," kata Melki.

Tags : covid-19
Rekomendasi