Pengamat politik dari Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, mengatakan ada anomali seolah-olah semakin banyak korupsi terungkap justru semakin dianggap lumrah. Banyak juga pejabat yang terjerat korupsi karena terjebak sistem politik yang buruk.
“No money, no jabatan,” ujar Ujang kepada era.id, Rabu (14/2/2018).
Ujang menyampaikan, banyak calon kepala daerah meminjam uang untuk modal bertarung pada pilkada. Ketika terpilih, kata Ujang, kepala daerah yang meminjam uang itu akan membalas budi pada peminjam modal dengan berbagai cara, jual beli jabatan, kongkalikong proyek atau perizinan.
“Otomatis ketika terpilih maka mengijonkan posisi jabatannya itu,” ucap Ujang.
Lebih jauh, kata Ujang, gaya hidup kepala daerah atau keluarganya juga bisa memicu keinginan korupsi. Ketika tertangkap, pelaku hanya bisa bersedih karena masuk bui dan harus berpisah dengan keluarga.
“Ini soal gaya hidup juga, gaya hidup high class pasti membutuhkan uang yang banyak,” pungkas Ujang.
Pada Selasa (13/2), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Subang. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap delapan orang, di antaranya adalah kepala daerah, kurir, swasta, dan unsur pegawai setempat. Operasi senyap KPK di Subang menambah daftar OTT pada Februari 2018.
KPK sebelumnya menangkap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko pada 3 Februari, dan Bupati Ngada Marianus Sae pada 11 Februari. Nyono ditangkap karena menerima suap terkait penetapan jabatan Kepala Dinas Kesehatan Jombang, sedangkan Marianus ditangkap atas kasus suap terkait proyek.
Sepanjang 2018, KPK sudah mengamankan Rp457 miliar dari sembilan kasus korupsi. Uang sitaan itu berasal dari pengembangan kasus korupsi dan OTT selama 43 hari pada 2018.