Setelah itu, penyimpangan sering terjadi pada pembelanjaan dana hibah dan bantuan sosial. Dalam hibah dan bantuan sosial, tren korupsi biasanya dilakukan lewat penggelapan atau pembentukan anggaran fiktif.
"Pungutan daerah, adanya perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dan dianggap sebagai penghasilan oknum," tutur Tjahjo di Jakarta, Jumat (16/2/2018).
Sektor lain yang begitu dekat dengan korupsi, kata Tjahjo, adalah pajak dan retribusi daerah, pengadaan barang dan jasa, serta perjalanan dinas juga rawan bocor.
Paling berisiko
Tjahjo menjelaskan, tren korupsi paling berisiko terjadi lewat penyalahgunaan kewenangan, pelaporan yang tidak memenuhi standar hingga alokasi penggunaan yang tidak transparan dalam sektor dana alokasi umum (DAU) ataupun dana alokasi khusus (DAK).
Jika tren korupsi dalam sektor DAU dan DAK disebut sebagai yang paling berisiko, maka tren korupsi dalam penerimaan daerah merupakan yang paling berbahaya. Dalam sektor ini, korupsi terjadi lewat perizinan, manipulasi data, pemerasan hingga penyimpangan prosedur.
Di kedua sektor itu, Tjahjo menitikberatkan pembenahan. Menurutnya, jika korupsi di dua sektor itu tak segera diatasi, maka Indonesia terancam kesengsaraan.
"Kalau ini dibiarkan atau tidak ditertibkan, disadarkan dampak korupsi bagi pemda khususnya dan pemerintah pusat antara lain, ekonomi biaya tinggi, penerimaan daerah berkurang," katanya.
"Kelanjutan pembangunan daerah tidak terjamin, bertambah masalah sosial seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, bertambahnya kejahatan bagian dari mata rantai korupsi," tambah Tjahjo.