Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BPNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, penetapan status siaga darurat karhutla berdasarkan pertimbangan yang telah ditetapkan di beberapa kabupaten/kota. Selain itu, melihat peningkatan jumlah titik api (hotspot), serta saran dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga menjadi pertimbangan BNPB untuk menetapkan empat provinsi menjadi siaga darurat karhutla.
"Dengan pemberlakuan siaga darurat maka ada kemudahan akses dalam penanganan karhutla, baik pengerahan personel, komando, logistik, anggaran, dan dukungan dari pemerintah pusat. Jalur komando penanganan lebih mudah koordinasinya," kata Sutopo melalui siaran persnya, Rabu (21/2/2018).
Pemberlakuan siaga darurat karhutla akan berdampak pada kemudahan akses dalam penanganan karhutla. Disebutkan, daerah-daerah yang berada di sekitar garis khatulistiwa saat ini memasuki musim kemarau periode pertama seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Daerah ini juga memiliki pola hujan ekuatorial.
Pengamatan hutan dari atas, Selasa (20/2). (Foto: bnpb.go.id)
Sutopo menjelaskan, antara pertengahan Januari hingga Maret merupakan masa kemarau pertama. Selanjutnya, Maret-Mei masuk musim penghujan, sedangkan Juni-September kemarau kedua yang lebih kering. Karhutla umumnya meningkat pada periode kedua musim kemarau ini.
“Ini sesuai pola hujan ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan), yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks,” paparnya.
Belakangan jumlah hotspot terus meningkat. Dalam seminggu terakhir, banyak ditemukan hotspot di Kalimantan Barat. Berdasarkan pantauan, Kota Pontianak bahkan sudah terselimuti asap karhutla. Selain itu, terpantau, terdapat 90 hotspot di Indonesia dalam 24 jam terakhir.