Benarkah Bung Karno Ditodong Pistol?

| 11 Mar 2018 06:38
Benarkah Bung Karno Ditodong Pistol?
Ilustrasi (Rahmad/era.id)
Jakarta, era.id - Pasca-peristiwa Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) para pimpinan redaksi media di zaman Orde Lama berlomba-lomba membuat sayembara bagi para wartawannya.  "Siapa pun yang sanggup mewawancarai Jenderal TNI (Purn) M Jusuf untuk soal Supersemar, gajinya bakal dinaikkan tiga kali lipat," demikian bunyi sayembara tersebut.

Jenderal TNI (Purn) M Jusuf merupakan satu dari tiga Jenderal yang diutus Soeharto untuk meminta surat perintah 11 Maret kepada Presiden Soekarno.

Lebih prestisius lagi, seperti dikutip dari buku bertajuk Misteri Supersemar karya Eros Djarot, jika hasil wawancara tersebut bisa mengungkap tabir seputar keberadaan naskah asli Supersemar sekaligus bisa menunjukannya kepada publik, maka si wartawan diangkat menjadi pemimpin redaksi. 

Sekian kali puluhan wartawan menyambangi rumah Jusuf di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, namun selalu pulang dengan tangan hampa. Beberapa kali surat permintaan wawancara dilayangkan, tapi hasilnya selalu nihil. 

Meskipun demikian, Jusuf pernah dua kali berkomentar soal Supersemar. Pertama, dimuat harian Suara Karya, Maret 1973 - yang dimuat kembali oleh Suara Karya pada 11 Maret 1996 dan 5 September 1998. Kedua, saat Jusuf membuat pernyataan pers pada 4 September 1998.

Dalam pernyataan persnya, Jusuf membantah tudingan Wilardjito dengan mengatakan tidak ada Jenderal Panggabean saat kelahiran Supersemar, apalagi sampai menodongkan pistol ke arah Presiden Soekarno. 

"Dengan penjelasan ini, saya harapkan segala silang pendapat atau keterangan mengenai proses kelahiran Supersemar 1966 bisa dihentikan. Dan, penjelasan kami ini bisa mendudukkan permasalahan yang sebenar-benarnya," kata Jusuf.

Kisah tentang Supersemar memang menyimpan misteri dan menjadi perbincangan hingga kini. Bukan saja tentang keberadaan naskah aslinya, melainkan juga tentang bagaimana proses kelahiran surat tersebut.

Banyak versi mengungkap bagaimana proses Supersemar terjadi. Salah satunya mantan anggota detasemen pengamanan presiden Wilardjito yang mengatakan, ada empat jenderal yang mendatangi dan mendesak Presiden Soekarno menandatangani Supersemar di Istana Bogor. Mereka adalah Basuki Rahmat, Amir Machmud, M Jusuf, dan Maraden Panggabean. 

Konon, kata Wilardjito, Maraden Panggabean menodongkan pistol kepada Soekarno agar bersedia menandatangani surat tersebut.

“Sungguh brutal dan sewenang-wenang sekali, tanpa prosedur hukum. Setiap orang yang ditangkap, ditodong oleh dua regu, diperintahkan supaya angkat tangan. Tanpa surat perintah penangkapan dan kami dinaikkan ke atas truk dan dibawa ke RTM (Rumah Tahanan Militer),” tulis Wilardjito dalam bukunya, Mereka Menodong Bung Karno (2008).

Versi lainnya adalah berdasarkan hasil wawancara wartawan DeTAK dengan Staf Asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa Ali Ebram pada Februari 1999. Di situ tertulis, hanya ada tiga jenderal yang datang ke Istana Bogor meminta surat sakti tersebut. Mereka adalah Basuki Rahmat, Amir Machmud, dan M. Jusuf. 

Jadi, versi siapa yang benar? Benarkah ada pistol yang ditodongkan kepada Bung Karno saat itu? Jika iya, siapakah yang cukup bernyali melakukannya? Peristiwa ini mungkin tidak akan pernah terjawab mengingat tiga (atau empat) jenderal yang terlibat dalam peristiwa ini sudah meninggal dunia. 

Rekomendasi