Menurut Mahfud, terganjalnya orang yang pernah menjabat Ketua DPR pada kasus hukum memang bukan kali pertama. Mantan Ketua DPR, Akbar Tandjung pernah menjadi tersangka kasus korupsi dana Bulog senilai Rp40 miliar dan dipidana 4 tahun penjara, pada September 2002.
“Selama era reformasi, iya lah. Kira-kira, Setya Novanto yang terburuk dari segi kasus kriminil,” ujar Mahfud ketika disambangi di MMD Initiative, Menteng, Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut Novanto menjadi yang terburuk, karena nilai korupsinya yang sangat besar (Rp2,3 triliun), serta sikapnya yang tidak koorperatif. Novanto diketahui melarikan diri saat penjemputan paksa yang dilakukan KPK di rumahnya di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017).
“Novanto ini lari, hilang. Melarikan diri bisa menjadi tindak pidana karena menghalang-halangi penyidikan selain tentunya kasus korupsi tu sendiri, tapi bisa juga menjadi faktor yang memberatkan di dalam tuntutan. Menghilang dari upaya penjemputan paksa polisi ini sudah pelanggaran hukum yang kedua,” imbuhnya.
Untuk itu, ia menilai secepatnya DPR harus segera menentukan sikap terkait kasus yang menimpa ketuanya. Sebagai salah satu dari tujuh lembaga tinggi negara, tidak apik membiarkan tampuk kepemimpinan DPR kosong.
“DPR bermasalah karena punya pimpinan yang tidak jelas kejuntrungannya. Saya kira DPR harus segera menentukan pemimpin baru. DPR harus menentukan sikap Novanto ini harus diapakan kedudukannya karena ini jabatan penting di negara ini. Secepatnya, kalau memang harus melalui proses majelis kehormatan harus segera bersidang menentukan pimpinan baru,” tandasnya.