"Pastinya lebih tinggi, terlebih saat ini memasuki tahun politik," kata Direktur Informasi dan Komunikasi BIN, Wawan Purwanto di Jakarta, seperti dikutip Antara, Rabu (14/3/2018).
Menurut Wawan, informasi hoaks di media sosial akan fokus pada penggiringan opini. Salah satunya membuat berita positif bagi para kandidat dan melakukan black campaign bagi lawan politiknya.
"Patroli siber akan terus digalakkan. Mudah sekali untuk mengetahui pengunggah pertama karena saat ini teknologinya sudah canggih," katanya.
Untuk itu, kata Wawan, pihaknya akan melakukan pendekatan secara persuasif dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Terutama bagi para penyebar hoaks agar sadar dengan perbuatannya.
"Kita tidak ingin sedikit-sedikit ditangkap karena penjara akan penuh. Kita ingin ada sikap mendidik, saling menasihati dan saling mengingatkan bahwa apa yang dilakukan tidak benar," jelasnya.
Infografis (era.id)
Menurutnya, berita hoaks di jejaring media sosial jumlahnya banyak. Bahkan, informasi hoaks sudah mencakup 60 persen dari konten media sosial di Indonesia. Negeri ini menjadi negara yang rentan dengan hoaks mengingat pengakses internet Indonesia sudah mencapai lebih 50 persen dari jumlah penduduk.
"Generasi milenial paling rentan bahaya hoaks,"ujarnya.
Apabila para pengguna internet tidak waspada dengan hantu hoaks di jejaring media sosial, maka akan terpengaruh menyebarkan kepada koleganya. Akhirnya memunculkan efek bola salju yang menggelinding makin besar.
Oleh karena itu, kata Wawan, media mainstream mempunyai peran penting dalam menghadapi dan memerangi bahaya berita-berita palsu yang berseliweran di dunia maya.