Hal itu disampaikan Chief Technology Office Facebook Mike Schroepfer, melalui blog perusahaannya dia mengungkapkan bahwa Facebook telah berbagi data dengan perusahaan konsultan politik Cambidge Analytica hingga 87 juta data pengguna.
Dari data yang ditampilkan oleh Schroepfer, mayoritas pengguna Facebook di Amerika Serikat menjadi korban dari kebocoran data itu. Namun yang paling mengejutkan, ada nama Indonesia di dalam daftar negara yang data penggunanya dibagi ke Cambridge Analytica, jumlahnya sekitar 1.096.666 atau sekitar 1,3 persen dari total data.
Angka tersebut membuat Indonesia berada di urutan ketiga setelah Amerika Serikat dan Filipina. Sayangnya tidak diketahui apakah data dari Indonesia itu digunakan untuk apa oleh Cambridge Analytica. Lantaran di negaranya sana, data-data itu dimanfaatkan untuk kampanye Pilpres 2016.
Biar kalian makin tahu soal kasus ini, pekan depan, 11 April 2018, pendiri sekaligus pemilik Facebook, Mark Zuckerberg akan memberi kesaksian di depan Kongres Amerika Serikat (AS) soal bocornya data 50 juta pengguna media sosial berbasis pertemanan itu.
Baca Juga: Warga Jerman Bakal Tutup Akun Facebook
Sejak terbongkarnya kasus ini, desakan buat Facebook memperbaiki sistem keamanannya disuarakan berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga intelijen AS yang mencium adanya upaya dari Rusia untuk mencampuri pemilihan anggota Kongres AS pada 2018.
Informasi intelijen AS ini bukan omong kosong belaka. Sebab, pada Februari 2018, ada 13 warga negara Rusia dijatuhi hukuman karena menggunakan Facebook dan laman-laman media sosial lainnya buat mencampuri pemilihan Presiden AS lewat penyebaran propaganda.
Selasa (3/4), Facebook mengumumkan pihaknya telah menghapus ratusan akun dan halaman yang berkaitan dengan Badan Penelitian Internet yang berpusat di Rusia, termasuk unggahan-unggahan para pegiat politik palsu dalam kampanye pemilihan AS 2016.