'Bau Amis' Dunia Akademis

| 10 Apr 2018 19:53
'Bau Amis' Dunia Akademis
Ilustrasi
Jakarta, era.id - Sebuah disertasi berjudul Evaluasi Program Bank Perkreditan Rakyat Bahteramas di Provinsi Sulawesi Tenggara pernah menggoyang dunia akademik Tanah Air. Disertasi ini berhasil meraih predikat sangat memuaskan, meski di waktu yang sama juga dipermasalahkan karena terbukti plagiat.

Predikat sangat memuaskan itu diberikan dalam sidang promosi yang dilakukan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 25 Agustus 2016 lalu. Kemudian, pada 6 September 2016, sang penulis, Nur Alam, diwisuda dan lulus dengan predikat lulusan doktor terbaik dari UNJ dengan IPK mencapai 3,90. 

Sayang, kebanggaan bekas Gubernur Sulawesi Tenggara itu harus pudar dalam waktu singkat. Sebab, tak lama setelahnya, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melakukan pengecekan ilmiah terhadap disertasi Nur Alam.

Bahkan, Kemenristekdikti sampai membentuk Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) yang bertugas meneliti disertasi Nur Alam. Segala dokumen terkait disertasi itu pun diperiksa, baik secara manual atau pun dengan bantuan mesin, termasuk plagiarism checker, Turnitin.

Hasilnya, tim menemukan 50 persen isi disertasi Nur Alam terindikasi plagiat alias jiplak dari berbagai laman penyedia arsip akademis, seperti skripsi atau jurnal akademik. Gilanya, disertasi setebal seribu halaman itu disinyalir dirampungkan Nur Alam dalam waktu sekitar tiga hari, dengan rincian Bab 1 yang dikerjakan pada 20 Juli 2016, Bab 2 dan Bab 3 pada 21 Juli 2016, serta Bab 5 yang dikerjakan pada 29 Juni 2016, jauh sebelum pengerjaan Bab 1, 2 dan 3.

Akibat kasus ini, Kemenristekdikti memerintahkan rektorat UNJ untuk mencabut gelar doktor Nur Alam. Maka, berakhirlah semua gegap gempita dan kebanggaan Nur Alam atas raihan akademis palsunya.

Positifnya, kasus plagiat Nur Alam jadi pintu masuk buat membongkar keberadaan sejumlah karya ilmiah plagiat lain di UNJ. Tidak cuma itu, kasus ini juga memicu pergolakan mahasiswa dan alumni UNJ yang turut membuka sejumlah kebobrokan kampusnya di bawah kepemimpinan Djaali, bekas rektor UNJ yang ikut lengser waktu itu.

Infografis "Nur Alam Plagiator" (Wildan/era.id)

Akademisi rawan plagiat

Kasus plagiat Nur Alam jelas adalah goyangan keras buat UNJ dan dunia pendidikan tinggi Tanah Air. Lalu, sedekat apa sih dunia akademis dan plagiarisme?

Kasus Anggito Abimanyu mungkin bisa jadi gambaran. Sosoknya bersahaja, ramah pula. Anggito adalah gambaran sempurna dari orang berpendidikan. Anggito merupakan lulusan University of Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat. Dia juga dikenal sebagai teknokrat. Dia peneliti sekaligus dosen di sebuah universitas ternama, Universitas Gadjah Mada (UGM).

Selain itu, Anggito juga telah malang melintang di dunia politik. Bahkan, ekonom ini sempat digadang-gadang sebagai future star untuk mengisi posisi sebagai Menteri Keuangan Indonesia.

Sayang, karier gemilang Anggito itu sempat terganjal kasus plagiat yang ia lakukan pada Februari 2014 lalu. Kala itu, Anggito membuat tulisan opini soal asuransi kebencanaan di Harian Kompas. Sekilas, artikel berjudul Gagasan Asuransi Bencana itu tampak seperti karya yang memang biasa ditulis oleh Anggito. Tapi, saat diteliti lebih dalam, ada sejumlah kalimat dalam tulisan tersebut yang sama persis dengan tulisan orang lain, yakni Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan.

Tulisan Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan yang berjudul Menggagas Asuransi Bencana itu terbit di Harian Kompas pada 21 Juli 2006 atau sekitar delapan tahun sebelum Anggito mempublikasikan tulisannya tersebut.

Terkait itu, Anggito menolak dikatakan plagiat. Menurutnya, saat itu dia hanya salah kirim file, meski dia akui hal itu berujung fatal.

“Tidak ada plagiat, itu salah kirim file, tetapi fatal," katanya sebagaimana dilansir Harian Kompas, 16 Februari 2014.

Anggito mengakui, kekhilafannya mengirim file yang belum sempurna berakibat fatal dan berpotensi mempermalukan dirinya dan UGM, institusi tempatnya bernaung saat itu. Tidak lama setelahnya, 17 Februari 2014, Anggito menyelenggarakan konferensi pers guna meluruskan lebih jauh insiden tersebut.

Dalam konferensi pers itu, Anggito menyatakan permohonan maaf pada UGM, Harian Kompas, dan Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan. Enggak cuma itu, Anggito juga memilih mundur dari posisinya di UGM. Menurut Anggito, hal itu dia lakukan sebagai pertanggungjawaban moralnya demi mempertahankan kredibilitas dunia akademis.

Infografis "Anggito khilaf" (Wildan/era.id)

Rekomendasi