Dalam surat dakwaan disebutkan ada 63.310 calon jemaah umrah jadi korban. Mereka sudah membayar tapi tidak diberangkatkan First Travel. Adapun total uang yang telah dikumpulkan First Travel mencapai Rp905,3 miliar.
Namun praktik penipuan berkedok travel umrah bukan kali pertama terjadi. Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sepanjang tahun 2017 saja terdapat 22.617 pengaduan konsumen umrah dari 9 travel. Sedangkan untuk tahun 2018 per Maret 2018 ada 120 konsumen yang dirugikan dari 11 aduan untuk 8 travel.
Kepala Bidang Pengaduan YLKI, Abdul Basith mengatakan, sebagian besar korban tertipu karena diiming-imingi paket murah dan harga yang tidak masuk akal. Selain itu, ciri-ciri penipuan lainnya adalah penundaan keberangkatan hingga setahun lamanya dan promo gratis umrah jika mengajak banyak orang.
"Sebagian besar yang mengadu adalah konsumen dari travel umrah dengan tarif murah dengan masa tunggu hingga 1 tahun," ujar Basith kepada era.id, Senin (16/4/2018).
"Modus lainnya adalah bisa mendapatkan bonus tiket umrah 1 orang bila berhasil membawa 8-10 konsumen," tambahnya.
Baca Juga : Kemenag dan Polri Bentuk Satgas Travel Umrah
YLKI belum dapat menghitung total kerugian yang menimpa korban penipuan. Namun melihat dari total aduan yang ada, kerugian ditaksir hingga miliaran rupiah.
Basith mengimbau kepada masyarakat untuk meminta kepastian keberangkatan yang tertulis dalam perjanjian pemberangkatan umrah setelah menyetorkan uang. Pasalnya kuitansi yang diberikan pihak travel tidaklah cukup untuk membuktikan para calon jemaah dapat berangkat umrah.
Selain itu pastikan juga tanggal keberangkatan pastikan tidak ada reschedule keberangkatan atau pengunduran jika pun ada mereka harus siap memberikan kompensasi denda ke konsumen sebagai bentuk ganti rugi akibat pengunduran keberangkatan.
"Jika pun ingin refund prosesnya tidak lama dan tidak ada potongan," ujar Basith.
Baca Juga : Komisi III Siap Bentuk Pansus First Travel
Basith melihat penyebab utama peredaran travel bodong marak terjadi di tengah masyarakat karena tidak ada sanksi tegas dari pemerintah atas pelanggaran yang dibuat kepada konsumen.
"Bisa dibilang 'loyo', jangan salahkan konsumen yang tertipu dengan harga murah jika ada pengawasan hal ini tidak akan terjadi bahkan korbannya pun tidak akan semasif dan sebanyak ini," imbuh Basith.
Baca Juga : First Travel dan Fenomena Travel Umrah Bodong
Kembali ke kasus First Travel, perusahaan ini dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang. Mengenai hal ini, Bidang Advokasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Novian mengatakan cara termudah mengetahui apakah pemilih travel umrah sudah melakukan pelanggaran atau tidak dapat dilihat dari gaya hidup mewah pengelolanya.
"Cara paling sederhana bisa dilihat mulai dari gaya hidup mewah, dan kepemilikan aset bukan atas nama yang bersangkutan," ujar Novian.
Namun Novian membantah kasus pencucian uang sering terjadi di perusahaan penyelenggara ibadah umrah. Menurutnya kasus tersebut bisa terjadi di bisnis apa saja.