Pemberian JC ini karena Tonny dinilai kooperatif dengan mengakui secara terus terang perbuatannya, bersikap sopan selama persidangan, dan menyesali perbuatannya. Selain itu, Tonny juga belum pernah dipidana.
"Terdakwa kooperatif dengan mengakui terus terang atas perbuatan yang didakwakan, bersikap sopan selama proses persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, dan belum pernah dipidana. Terdakwa ditetapkan sebagai justice collaborator," kata jaksa Dody Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Namun demikian, jaksa belum tahu apa yang akan mereka tawarkan untuk Tonny atas dikabulkannya permohonannya sebagai JC. Sebab, jaksa masih terus melakukan pengembangan penyidikan dan penyelidikan dalam kasus ini.
"Kita akan kembangkan dari kegiatan penyidikan dan penyelidikan. Tapi, berdasarkan surat putusan pimpinan, sudah diterima JC yang bersangkutan," ujar Dody usai persidangan.
Baca Juga : Aliran Uang Panas Dirjen Hubla
Sebelumnya, Tonny dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta rupiah dengan subsider 4 bulan kurungan oleh jaksa.
Dalam kasus ini, Tonny diduga menerima suap dalam pengerjaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Hubla Tahun Anggaran 2016-2017. Ia menerima uang yang jumlahnya mencapai Rp2,3 miliar dari mantan Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan, pemenang tender dalam proyek pengerukan di sejumlah perairan di Indonesia.
Baca Juga : Menhub Bantah Terima Aliran Dana di Korupsi Hubla
Tonny juga diduga menerima gratifikasi yang nilainya mencapai lebih dari Rp20 miliar. Gratifikasi itu diterima dalam pecahan berbagai mata uang, yaitu Rp5,8 miliar, 479.700 dolar AS, 4.200 euro, 15.540 pound sterling Inggris, 700.249 dolar Singapura, dan 11.212 ringgit Malaysia, serta benda berharga lainnya.
Atas perbuatannya, Tonny didakwa melanggar Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan 12 B UU 20/2001 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.