Pius Lustrilanang adalah korban penculikan. Pius dibebaskan setelah hampir dua bulan diculik, tepatnya 3 April 1998. Setelah melalui sejumlah pertimbangan, dia baru berani tampil di depan publik pada 27 April, 20 tahun lalu.
Menjelang matahari terbenam, suasana di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu, 26 April 1998 silam sudah ramai wartawan. Mereka menanti kehadiran sosok yang bisa jadi kunci terbongkarnya kasus penculikan sejumlah aktivis pro demokrasi selama ini.
Pius tiba di bandara sekitar pukul 18.30 WIB dijemput anggota Komnas HAM Albert Hasibuan, serta Trimedya Panjaitan dan Paskah Irianto dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Pius yang datang dari Palembang, langsung dibawa Albert dan dan Paskah ke sebuah tempat. Saat itu, Saat itu, Pius lebih banyak bungkam.
"Dia masih sangat trauma," kata Albert saat itu, seperti dikutip dari Harian Kompas, 27 April 1998.
Tepat 27 April 1998, Pius menepati janjinya. Dia berbicara di depan anggota Komnas HAM Mayjen (Purn) Samsudin, Albert dan puluhan wartawan. Pius cerita detail dan lengkap apa yang terjadi hingga kronologi penculikannya. Saking traumanya, pada beberapa bagian cerita terutama soal penyiksaan, Pius tak kuasa menahan tangis.
''Saya mengatakan ini dengan risiko dibunuh. Mereka (penculik) mengatakan akan mencari saya sampai kapan pun dan di mana pun jika mengungkapkan kejadian ini kepada umum,'' kata Pius saat itu.
Pius diculik sekelompok orang, 4 Februari 1998, pukul 15.30 WIB di depan RSCM. Sebuah mobil Toyota Twin berwarna abu-abu berhenti mendadak di depannya. Pius dipaksa masuk dan diborgol. Dia menduga saat itu mobil tersebut menuju Bogor setelah salah satu penculik berteriak mengenai tujuan mereka. Pius punya analisa dia disekap di sebuah kompleks kemiliteran. Tiap pagi dan sore, ia sering mendengar suara pesawat terbang dari jarak dekat.
Dia disekap di dalam sel dan mengalami banyak penyiksaan. Dalam penyekapannya, Pius bertemu dengan Desmon J Mahesa, Haryanto Taslam, Faisol Riza, dan Raharjo Waluyo Jati. Nama-nama ini dibebaskan dalam keadaan hidup. Dia juga sempat bertemu Herman Hendrawan, Yani Afri, dan Soni. Ketiga orang ini sampai hingga sekarang, belum jelas keberadaannya.
Mereka korban penculikan (Foto Reuters)
Saat dibebaskan, Pius langsung dibawa ke Cengkareng. Diberi tiket pesawat tujuan Palembang. Saat tiba di sana, dia sempat mencari tahu keberadaan Yani Afri, dan Soni karena sudah lebih dulu dibebaskan para penculik. Namun bukan kabar baik yang dia terima, melainkan pesan kalau mereka belum juga kembali ke rumah orang tuanya.
"Saya langsung berkesimpulan bahwa mereka sudah mati. Saya lalu teringat pada perkataan salah seorang penculik: 'Ada yang keluar (dalam keadaan) hidup dan ada yang keluar (dalam keadaan) mati dari tempat ini,' kata Pius dalam wawancaranya dengan Tempo.co, 28 Oktober 2013 lalu.
Usai bercerita di Komnas HAM, Pius langsung dibawa rekannya dari Kedubes AS ke Bandara Soekarno-Hatta. Dia terbang ke Belanda untuk berbicara kepada Radio I di Den Haag serta anggota parlemen, kelompok-kelompok HAM.
"Saya pergi dengan hanya berbekal pakaian yang melekat di badan. Tas berisi pakaian tidak sempat saya bawa karena tertinggal di mobil staf Kedutaan AS," kisah Pius.
Infografis penculikan Pius Lustrilanang (Ayu/era.id)
Albert mengatakan, Komnas HAM akan membantu mengungkapkan siapa saja yang melakukan penculikan. Sedangkan Direktur Eksekutif PBHI Hendardi menjelaskan, kasus HAM di Indoensia telah menjadi perhatian serius dunia internasional, khususnya Komisi HAM PBB.
Dilansir dari Harian Suara Pembaruan, Kepala Komisi HAM PBB, Mary Robinson menaruh perhatian besar pada kasus-kasus orang hilang di Indonesia. Mery menyatakan, PBB tengah memikirkan suatu mekanisme yang dapat digunakan untuk melakukan tekanan ke Indonesia terkait kasus penghilangan orang.