"Jika ada diksi yang lebih keras dari kata mengutuk, kami gunakan itu. Mengutuk kepada pelaku dari manapun asalnya, apapun motifnya, apapun argumentasinya," kata Wasekjen MUI Nadjamuddin Ramly di Masjid Istiqlal, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (14/5/2018).
Ramly menyampaikan rasa dukanya untuk keluarga korban aksi terorisme di Mako Brimob, Depok, dan di Surabaya, Jawa Timur. Menurut dia, penanganan terorisme harus dilakukan semua pihak, kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kementerian terkait, serta bantuan informasi masyarakat.
"Kita ada Kemenag, memiliki APBN. Ada Dirjen Bimas Islam. Kalau toh di situ (daerah) ada terorisnya Islam, bisa dilakukan deradikalisasi pihak Dirjen Bimas Islam, dengan menghadirkan ulama-ulama, kiai-kiai yang ilmunya sudah mumpuni," ujarnya.
Selain Kemenag, dia juga berharap Kementerian Perdagangan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjang deradikalisasi dengan menyiapkan program berwirausaha pada mantan teroris atau penganut paham radikal.
"Kalau mereka mau berdagang, kita libatkan Kementerian Perdagangan, kalau mereka nelayan, kita libatkan KKP," tambahnya.
Kemudian, kata Ramly, deradikalisasi juga bisa dilakukan dengan menghadirkan mantan teroris yang sudah sadar dan loyal terhadap Indonesia, ke daerah rawan teroris di Indonesia.
"Orang yang tidak disibukkan dengan kegiatan, pasti akan termenung, buat apa saya hidup, sepi seperti ini, tidak ada lagi ada yang saya cintai, ya saya nekat saja," kata dia.
Ramly lalu mengimbau kepada masyarakat agar selektif dalam memilih guru pengajar ilmu Islam yang cukup ilmunya dan jelas latar belakangnya.
Dalam dua hari ini, rentetan bom bunuh diri terjadi di Jawa Timur. Pada Minggu (13/5) pagi, terjadi ledakan bom di tiga gereja di Surabaya, dengan korban meninggal dunia hingga Senin pagi mencapai 17 orang. Kemudian pada Senin malam, bom juga meledak di Rusun Wonocolo, Jalan Husein Idris, Wonocolo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca Juga : Teror Bom di Jawa Timur
Pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya adalah satu keluarga, Dita Oepriarto dan Puji Kuswati yang merupakan pasangan suami istri dan melibatkan empat anaknya. Dua anak perempuan mereka, FR dan FS, masing-masing diketahui masih berusia delapan dan 12 tahun, sedangkan dua anak lelaki mereka, YF dan FH diketahui berusia 17 dan 15 tahun. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Dita adalah pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Jawa Timur.
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi ledakan dan menjenguk korban pada Minggu sore. Dia mengecam aksi teror tersebut dan menyebutnya sebagai kejahatan kemanusiaan yang tidak berkaitan dengan agama apapun. Jokowi kemudian meminta Polri mengungkap dan semua yang terlibat dalam teror tersebut hingga ke akar-akarnya.