"Kenapa aksinya di Surabaya? Mereka menguasai sel ini, salah satu pimpinan mereka di Jatim ditangkap, dan instruksi dari ISIS sentral," kata Tito, di Mapolda Jatim, Senin (14/5/2018).
Teror di tiga gereja di Surabaya terjadi pada Minggu (13/5) pagi. Pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya adalah satu keluarga, Dita Oepriarto dan Puji Kuswati yang merupakan pasangan suami istri dan melibatkan empat anaknya.
Dua anak perempuan mereka, FR dan FS, masing-masing diketahui masih berusia delapan dan 12 tahun, sedangkan dua anak lelaki mereka, YF dan FH diketahui berusia 17 dan 15 tahun. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Dita adalah pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Jawa Timur.
Adapun pelaku bom bunuh diri di Mapolresta Surabaya juga masih satu keluarga, berjumlah lima orang, yang mengendarai dua sepeda motor. Akibat meledakkan bom di gerbang Mapolrestabes Surabaya itu, empat pelaku tewas, dan seorang anaknya selamat.
Baca Juga : Bom Surabaya Gunakan 'Mother of Satan'
Suasana setelah ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5/2018). (Hamni/era.id)
Menurut Tito, bom bunuh diri di Indonesia, termasuk pelaku perempuan, bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya pernah ditangkap seorang perempuan hamil warga Jawa Barat, bernama Novi, yang ditangkap karena merencanakan penyerangan ke Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Demikian juga fenomena menggunakan anak-anak, pertama kali di Indonesia, dilengkapi dengan bom pinggang dan bunuh diri. Di ISIS mereka sudah lakukan menggunakan anak-anak," ungkap Tito.
Tito menegaskan, serangan bom ini tidak terkait dengan agama apapun, dan melibatkan jaringan teroris dari Indonesia, Filipina Selatan, serta Timur Tengah.
Suasana setelah ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5/2018). (Hamni/era.id)