Jejak Digital Paham Teroris di Dunia Maya

| 18 May 2018 20:40
Jejak Digital Paham Teroris di Dunia Maya
Ilustrasi (Pixabay)

Jakarta, era.id - Beredar surat kabar edisi terbatas Al Fatihin yang mengkampanyekan aksi teroris di Indonesia. Sudah 10 edisi surat kabar digital dalam format PDF itu beredar di kelompok-kelompok radikal yang berisikan ujaran kebencian.

Berdasarkan penelusuran tim riset era.id, surat kabar 14 halaman tersebut beredar dalam bentuk file berekstensi PDF. Di dalamnya terdapat pemberitaan mengenai serangan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, dan serangan bom bunuh diri di Surabaya, pada Minggu (13/5).

Dimuat juga aksi teror di luar negeri beserta foto korban-korbannya. Pada tajuk rencana surat kabar Al Fatihin tertulis seruan untuk melukai kelompok yang tidak mendukung aksi yang mereka lakukan. Termasuk seruan dan dukungan untuk berjuang melalui teror terhadap kelompok yang dianggap musuh atau layak dilukai.

Jejak Digital Paham Radikal

Sejak eksis pada 2015, kelompok ekstrimis Negara Islam Iraq dan Suriah (ISIS) telah banyak membuat banyak propaganda terkait aksi terrornya di dunia digital. Laporan terakhir, menganalisis ratusan ribu tautan diposting ke dalam forum-forum tersembunyi yang hanya bisa digunakan oleh kelompok ekstrimis tersebut.

Sebuah firma keamanan siber bernama Flashpoint merilis laporan, ada forum yang kerap digunakan para penyebar paham radikal di Hidden Web atau yang lebih dikenal sebagai Deep Web. Para peneliti meyakini ada lebih dari 730 ribu tautan yang diposting selama tahun 2015 hingga 2017 pada sebuah forum di Deep Web.

Baca Juga: BIN Telusuri Surat Kabar Al Fatihin Pro ISIS

Flashpoint yakin pendukung ISIS dengan sengaja mulai memposting link berupa panduan atau pedoman yang tak bisa dikunjungi melalui mesin pencari pada umumnya. Pada situs Archieve.org mencatat ada 14,3% tautan jejak digital yang kerap digunakan pelaku terorisme untuk mengunjungi berbagai halaman yang telah hilang dari permukaan internet.

Beberapa media sosial seperti Twitter dan layanan moderasinya telah melakukan langkah cepat dalam menghapus akun yang mempublikasi konten ekstrimis tersebut.

"Penggunaan archieve.org telah memungkinkan kelompok tersebut untuk terus menyebarkan konten sekalipun moderasi yang dilakukan beberapa media sosial telah menangkalnya, karena walau dihapus, rekam digitalnya mampu tersimpan di archieve,"ujar analis senior Flashpoint, Ken Wolf. Selain itu, Ken menyatakan para anggota ISIS bersikap disiplin untuk mengarsipkan konten yang telah diunggah di media sosial.

Teroris yang gemar ber-Telegram

Sebuah studi digital mengungkapkan, aplikasi Telegram kerap jadi platform komunikasi para pelaku terorisme, seperti ISIS dan AL Qaeda. Bahkan di Indonesia, aplikasi percakapan itu juga digunakan untuk berkoordinasi dalam melancarkan aksi teror.

Lalu mengapa aplikasi percakapan ini sangat diminati pelaku terorisme? Ya seperti diketahui, layanan chatting pada Telegram memiliki fitur enkripsi end to end, yang memungkinkan pesan tersebut tidak bisa dibaca atau diterima, tanpa izin dari penerima atau pengirim pesan itu.

Keunikan Telegram dalam hal privasi dan sekuriti membuatnya cukup diminati pengguna internet terlebih para pelaku teroris. Enkripsi telah ikut diterapkan penyedia layanan sejenis seperti WhatsApp, namun Telegram masih berada selangkah di depan karena menyediakan fasilitas lain untuk memudahkan komunikasi, baik yang bersifat rahasia ataupun terbuka, dari individu ke individu ataupun menarget kalangan yang lebih luas. 

Channels di Telegram misalnya, bersifat terbuka untuk publik dan bebas diikuti oleh pengguna lain (follower). Karena itu pula, channels sering digunakan oleh teroris sebagai sarana untuk menyebar propaganda, dengan cara broadcast konten. Ada juga groups, private message, dan Secret Chat.

Fitur kombinasi pada Telegram ini lah yang menurut para pelaku teroris difungsikan sebagai pusat komando dan koordinasi kendali. Misalnya, seorang pelaku teroris bisa memperoleh video sebuah serangan teror lewat Secret Chat, lalu menyebarkannya ke follower di Channel sebagai propaganda.

Rekomendasi