Risma bilang, gesekan masyarakat Surabaya terkait hal itu cukup besar. Katanya, begitu banyak masyarakat yang menolak mengebumikan jenazah para terduga teroris. Karenanya, Risma enggak berani sembarangan memutuskan. Risma bilang, dia akan menunggu fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait hal itu.
Baca Juga : Apa yang Bikin Jaksa Tuntut Mati Aman Abdurrahman
"Saya bilang ke pak kapolres, bahwa saya sudah buat surat ke MUI. Kami lagi menunggu fatwa MUI. Kalau fatwa MUI membolehkan, maka kami harus jelaskan kepada masyarakat," kata Risma di Convention Hall Surabaya, sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (18/5).
Risma enggak bohong atau sekadar berdalih. Kenyataannya, penolakan dari masyarakat memang cukup besar. Sebuah kisah di Makam Putat Gede, Jarak, Sawahan, Surabaya barangkali bisa jadi gambaran. Di sana, warga dengan keras menolak pemakaman jenazah Dita Oepriarto, pelaku teror yang melibatkan anggota keluarganya dalam peledakan bom tiga gereja di Surabaya.
Bahkan, warga sekitar Makam Putat Gede sampai menimbun kembali liang lahat yang sempat digali untuk Dita. "Kalau sekarang saya tidak berani. Gimana dimakamkan, di sana ada keluarganya yang korban," kata Risma.
Di Pekanbaru, Riau, kisah lebih ironis bahkan dialami empat jenazah terduga teroris penyerang Mapolda Riau. Hingga Jumat (18/5), seluruh jenazah masih berada di Rumah Sakit Bhayangkara, Polda Riau, Pekanbaru. Belum ada satu pun orang yang mengakui jenazah keempatnya sebagai keluarga.
Baca Juga : Terorisme Keluarga dan Alasan Gila di Baliknya
"Jenazah masih terbujur di kamar jenazah RS Bhayangkara. Sampai detik ini belum ada keluarga yang mengambil jenazah," kata Kepala Bidang Dokter dan Kesehatan Polda Riau, Kombes Asmara Hadi di Pekanbaru.
Kata Asmara, bersama Inafis, pihaknya hanya bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi jenazah empat terduga teroris. Sementara, untuk proses pengembalian jenazah, termasuk hal lain terkait pengembangan perkara, berada di luar tanggung jawabnya.
Fatwa MUI
Dari Jakarta, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya bersuara. MUI menyampaikan, andai para teroris itu beragama Islam, maka masyarakat wajib mengurus jenazahnya. Sebab, dalam ajaran agama, hukum mengurus jenazah sesama muslim adalah fardu kifayah atau kewajiban kolektif yang harus dilakukan bersama-sama.
"Masalahnya apakah seorang teroris yang meninggal akibat perbuatannya itu masih tetap dianggap sebagai orang beriman atau muslim? Hal ini perlu didudukkan masalahnya," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Saadi, Sabtu (19/5/2018).
Fardu kifayah merujuk yang merujuk pada istilah kewajiban kolektif dapat dimaknai: amalan yang dilakukan akan diganjar pahala, sementara jika tidak dilakukan, maka seluruh orang di satu wilayah akan mendapatkan dosa.
Baca Juga : Mencegah Islamophobia Pascaserangan Teror
Zainut juga menjelaskan, dalam perkara ini, mengurus jenazah yang dimaksud adalah meliputi memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburkan. Karenanya, Zainut mengajak masyarakat untuk memisahkan perkara kejahatan yang dilakukan para teroris dengan ajaran agama.
Artinya, ya kita akui bersama kebrengsekan para teroris. Namun, bukan berarti kita bisa abai terhadap kewajiban kita sendiri. Lagipula, jangan-jangan keterlibatan saudara-saudara umat Islam dalam aksi terorisme merupakan kesalahan kita juga. Karena sikap kita yang abai melihat potensi radikalisme yang tumbuh di dalam diri saudara-saudara kita?!
"Terhadap tindakan terorisme kita semuanya sepakat untuk mengecam, menolak dan melawan perbuatan biadab tersebut. Tetapi terkait dengan hukum mengurus jenazah itu memang harus dilakukan karena hukumnya wajib kifayah," kata dia.