Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, kebijakan ekonomi pemerintah dan bank sentral AS terkait perbaikan data ketenagakerjaan serta inflasi di Amerika Serikat menjadi penyebab utama rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Meski demikian pemerintah dan Bank Indonesia tidak tinggal diam, sejumlah kebijakan telah diterapkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya dengan menaikan suku bunga.
"Langkah ini diharapkan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sedangkan dari pemerintah akan menjaga disiplin APBN," kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Sabtu (26/5/2018).
Baca Juga : Baru Dilantik, Perry Gubernur BI Janji Stabilkan Rupiah
Lebih lanjut, terkait dengan kenaikan suku bunga, pada rapat Dewan Gubernur yang dilaksanakan pada 6-17 Mei 2018 akhirnya diputuskan kenaikan suku bunga acuan atau 7 days reverse repo sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen.
Gubernur BI sebelumnya, Agus Martowardojo mengatakan, itu merupakan bagian dari bauran kebijakan BI untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan di tengah ketidakpastian pasar dunia dan penurunan likuiditas global.
Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih fluktuatif di level Rp14.100/dolar AS. Artinya, angka ini melebihi target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp13.400/dolar AS.
Namun perlu diketahui, meski nilai tukar rupiah terhadap dolar saat ini sedang melemah, tren utang Indonesia juga terus mengalami penurunan.
Baca Juga : Peringatan 20 Tahun Reformasi: Rupiah Masa Orde Baru
Mantan menteri keuangan era SBY itu mengatakan jika pada tahun sebelumnya utang Indonesia berada pada angka 2,99 persen, tahun lalu turun menjadi 2,55 persen, dan tahun ini kembali turun menjadi 2,19 persen
Sri Mulyani menerangkan berdasarkan UU Keuangan, batas maksimum utang total tidak boleh lebih besar dari 60 persen dari PDB dalam negeri. Oleh karena itu, jika melihat PDB Indonesia sekitar Rp14.000 triliun, batas maksimum utang bisa mencapai Rp8.400 triliun. Adapun utang Indonesia sekarang sekitar Rp4 ribu triliun.
Sri menerangkan sejauh ini utang Indonesia digunakan untuk menutupi defisit belanja negara yang tidak lepas dari banyaknya subsidi pemerintah yang dirasakan masyarakat saat ini. Selain itu, untuk infrastruktur demi kemudahan hidup masyarakat dan perkembangan industri dalam negri.
"Untuk diketahui, penerimaan negara yang di antaranya berasal dari pajak dan hibah sebesar Rp1.890 triliun, sedangkan untuk kebutuhan belanja negara sekitar Rp2.200 triliun. Pada prinsipnya kita mengalami defisit sekitar Rp325 triliun," kata Sri.