"Dengan putusan hakim yang menyatakan tidak menerima eksepsi terdakwa SAT di kasus BLBI, maka kami pandang persidangan ini akan masuk pada babak baru," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media, Kamis (31/5/2018).
Dalam kesempatan itu, Febri juga mengatakan, putusan sela yang telah dibacakan hakim dalam persidangan tersebut menegaskan dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK adalah sah dan telah disusun secara cermat.
"Bahkan sejumlah alasan pihak terdakwa yang menggunakan dalih bahwa kasus ini perdata, sedang ada gugatan lain yang berjalan, termasuk tentang audit kerugian keuangan BPK yang dikatakan tidak sah, semua terbantahkan," ungkap Febri.
Baca Juga : Majelis Hakim Tolak Eksepsi SAT di Putusan Sela
Selanjutnya, jaksa KPK akan mulai menghadirkan saksi serta bukti-bukti terkait dalam persidangan yang akan dilaksanakan pada Rabu (6/6) mendatang.
"Kami harap pengungkapan kasus BLBI ini dikawal bersama. Kita akan melihat bagaimana negara dirugikan dibalik kerumitan istilah dan proses pengambilan kebijakan di bidang ekonomi dan perbankan," kata Febri.
Sebelumnya, Majelis hakim, yang diketuai oleh Hakim Ketua Yanto, menolak eksepsi dan akan melanjutkan persidangan perkara kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dengan terdakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Negara Syarifuddin Arsyad Tumenggung (SAT).
Majelis hakim, yang diketuai oleh Hakim Ketua Yanto, menolak eksepsi dan akan melanjutkan persidangan perkara kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dengan terdakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Negara Syarifuddin Arsyad Tumenggung (SAT).
Baca Juga : KPK Tolak BLBI Disebut Perkara Perdata
Sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin pernah mengeluarkan SKL senilai Rp4,58 triliun terhadap salah satu obligor BLBI yang pernah hampir kolaps, Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI. Padahal, piutang tersebut tidak pernah dilunasi Sjamsul hingga menyebabkan negara mengalami kerugian dalam nilai tersebut.
Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31, Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1.