Vonis Mati Aman Bisa Melemahkan JAD

| 23 Jun 2018 09:48
Vonis Mati Aman Bisa Melemahkan JAD
Otak pelaku bom Thamrin, Aman Abdurrahman. (Leo/era.id)
Jakarta,era.id- Vonis untuk otak ledakan bom Thamrin, Aman Abdurrahman telah dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hukuman mati dinilai layak diberikan kepada Aman karena perbuatannya yang mengakibatkan nyawa orang meninggal. 

Menanggapi vonis tersebut, pengamat terorisme, Haris Abu Ulya menilai, vonis mati untuk Aman belum cukup untuk melenyapkan paham radikal di Indonesia. Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan terorisme di Indonesia tumbuh subur. 

"Orang yang pengikut Aman akan terpengaruh. Tapi kalau kita bicara soal teroris secara umum, faktor terorisme bukan hanya sosok seorang Aman, tapi juga yang lain. Banyak faktor, kondisi global dan ketidakadilan global dan lain-lain," kata Haris, kepada era.id, Jumat (22/6/2018).

Haris menerangkan, yang jelas, vonis hukuman mati tersebut menimbulkan persepsi rasa ketidakadilan bagi pendukung Aman. Kemarahan mereka akan bertambah saat nanti Aman dieksekusi.

"Masalahnya apakah kemarahan ini langsung diluapkan secara sporadis kepada aparat? Potensi itu ada dan pasti menjadi kalkulasi aparat," imbuh Haris.

Meski demikian, Direktur Community of Ideological Islamic Analyst itu mengungkapkan, vonis mati untuk Aman akan melemahkan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), termasuk untuk urusan menanamkan ideologi pada pengikutnya.

Baca Juga: Aman Abdurrahman Divonis Mati

Haris menyampaikan, Aman masih bisa menemukan celah menyebarkan paham dan ideologinya saat dititipkan di Lapas Nusakambangan sampai waktu eksekusi tiba.

"Kalau belum dieksekusi, ini mungkin levelnya ada di level kemarahan di internal mereka. Tapi kalau sudah dieksekusi baru dapat dibicarakan dampak eksistensi di kelompok mereka," imbuhnya.

Mengenai nasib JAD, Haris mendorong agar pihak kepolisian terus berkonsentrasi dalam menumpas kelompok ini. Namun Haris memberi catatan, aparat keamanan perlu memetakan terkait fungsi-fungsi pengikut JAD, alasanya tidak semua pengikut JAD telah dibaiat sebagai anggota JAD. Sebagian hanyalah simpatisan yang ikut-ikutan saja.

"Yang Terpenting yang simpatisan JAD menangani mereka harus menggunakan pendekatan soft power, jangan sampai dengan hard power. Karena harus ada pemetaan mana yang sudah dibaiat dan mana yang baru simpatisan saja. Harus jelas tidak boleh digeneralisasi," cetusnya.

Pada sidang vonis, Aman sebagai terdakwa hanya memiliki kesempatan untuk menerima atau menolak hasil putusan, dan tidak berhak melakukan pembelaan yang bisa memutarbalikkan logika hukum.

"Di sidang vonis ini malah super diperketat ini terlalu mendramatisir. Inikan jadi enggak proposional. Nah itu justru kalau mau ngelarang pada saat pleidoi karena dikhawatirkan dapat memutar balikan nalar publik," tutup Haris.

Rekomendasi