Hukum Menjual Daging Kurban dan Memberikan Daging kepada Tim Penjagal
ERA.id - Iduladha tak lama lagi. Banyak orang yang bisa nantinya bisa menikmati daging kambing, sapi, atau kerbau secara gratis. Ya, gratis. Daging kurban memang harus diberikan oleh orang yang berkurban secara gratis kepada orang-orang yang berhak. Namun, sebenarnya apa hukum menjual daging kurban?
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Barang siapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka kurbannya tidak diterima.” (HR. Hakim & Baihaqi; Hadis ini dishahihkan oleh Al Bani).
Hadis tersebut menegaskan bahwa menjual daging hingga kulit hewan kurban adalah hal yang tidak dianjurkan. Ini tidak terlepas dari makna dari kurban pada Iduladha, yaitu persembahan untuk Allah Swt.
Dalam suatu riwayat, Imam Ahmad terperanjat saat ditanya tentang orang yang menjual daging kurban. Dia berkata, “Subhanallah, bagaimana dia berani menjualnya padahal hewan tersebut telah ia persembahkan untuk Allah tabaraka wa taala.“
Hukum Menjual Daging Kurban oleh Penerima Daging
Orang yang berkurban tidak boleh menjual daging kurbannya. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang menerima daging kurban tersebut? Apakah tidak boleh menjualnya juga?
Dikutip Era.id dari Dompet Dhuafa, hukum menjual daging kurban oleh orang-orang yang berhak menerima kurban adalah boleh. Ini tidak terlepas dengan status dari daging tersebut, yaitu telah menjadi hak milik dari orang-orang yang diberi daging kurban dan merupakan barang yang disedekahkan oleh orang yang bekurban.
Orang-orang yang menerima daging kurban boleh menjual daging kurban yang diterima selama memberikan manfaat bagi mereka. Mereka juga boleh mengolah daging tersebut menjadi berbagai macam masakan.
Memberikan Daging Kurban kepada Pemotong sebagai Upah
Tak jarang, masyarakat yang menjadi panitia kurban juga menjadi tim jagal yang mengurusi pemotongan, pengulitan, pencacahan, dan pembagian daging kurban. Lalu, apakah mereka boleh menerima daging kurban?
Panitia yang menjadi tim jagal tidak berhak menerima bagian dari hewan kurban (daging, kulit, atau lainnya) sebagai upah dari orang yang berkurban. Orang yang berkurban haram memberikan bagian dari hewan kurban sebagai upah untuk tim jagal.
Ali bin Abi Thalib berkata, ”Nabi memerintahkanku untuk menyembelih unta hewan kurban miliknya, dan Nabi memerintahkan agar aku tidak memberi apa pun kepada tukang potong sebagai upah pemotongan.” (HR. Bukhari)
Jika orang yang berkurban ingin memberikan upah kepada tim jagal maka harus menyiapkan dana atau harta tersendiri di luar bagian dari hewan kurban. Namun, orang yang berkurban boleh memberikan bagian dari hewan kurban kepada tim jagal sebagai sedekah.
Dilansir NU Online, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan bahwa orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurban kepada tim jagal sebagai upah. Namun, pemberian yang diniatkan sebagai sedekah atau hadiah tidak masalah.
“(Menjadikan [daging kurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’. Jika kurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).